Salatiga — Kementerian Agama baru saja menyelesaikan proses seleksi calon mahasiswa baru (camaba) yang akan kuliah di Timur Tengah, khususnya di Mesir dan Maroko. Hasil seleksi diumumkan pada 11 Mei 2021.
Dari 5.752 camaba yang mengikuti tes CBT dan Wawancara, sebanyak 20 peserta dinyatakan lulus sebagai penerima beasiswa Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Selain itu, ada 1.529 peserta dinyatakan lulus jalur non beasiswa/mandiri di Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Sedangkan 30 calon mahasiswa lulus beasiswa ke Maroko.
Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Diktis, Kementerian Agama M. Adib Abdushomad mengatakan, pelaksanaan seleksi Camaba Tahun 2021 ini dilakukan secara ketat, dan dengan sistem yang berbeda. Seleksi dilakukan secara virtual melalui CBT dengan SEB (Safe Exam Browser) dan wawancara. Hasil test CBT dapat langsung dilihat, sehingga sangat transparan. Sedangkan seleksi wawancara secara online dilakukan untuk melihat kemampuan calon mahasiswa dari berbagai aspek, yakni bahasa, hafalan, serta wawasan Islam dan kebangsaan.
“Seleksi ketat ini ditempuh sebagai upaya untuk memastikan bahwa calon mahasiswa ini dapat menjadi duta atau ambassador Islam Rahmatan lil alamin (Contributing to Peace) di luar negeri serta saat pulang nanti,” tutur Doktor Lulusan Australia ini di Jakarta, Minggu (16/5/2021).
Seleksi ketat dan transparan ini dilakukan, kata Adib, mengingat minat studi ke kampus Timur Tengah, khususnya Al Azhar University Mesir, sangat tinggi. Fakta ini tentu menggembirakan, namun menuntut kehadiran Pemerintah dengan berbagai kebijakannya untuk memastikan para mahasiswa mendapatkan pelayanan yang memadai, baik dari aspek akademik maupun non akademik.
“Kami tentu sangat senang ketika banyak anak Indonesia studi di luar negeri, terutama Universitas Al-Azhar. Tetapi, kita juga harus memastikan mereka mendapatkan pelayanan yang memadai, baik dari sisi akademik maupun non akademik. Dari sisi akademik, kami berharap studi berlangsung lancar dan dapat segera selesai. Sedangkan di sisi non akademik, kehadiran anak Indonesia di Mesir diharapkan menjadi duta Islam Rahmatan lil Alamin, bukan justru menimbulkan permasalahan sosial di negeri orang. Maka, pemerintah memiliki kepentingan untuk melakukan seleksi yang ketat,” jelasnya.
Dalam pelaksanaannya, lanjut Adib, Kementerian Agama bekerjasama dengan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Indonesia, dan konsorsium beberapa Pusat Bahasa PTKIN. Salah satu bentuk kerjasama itu adalah pembuatan soal untuk seleksi tahun 2021 yang baru saja usai. Sehingga kualitas soal pada seleksi tahun 2021 sangat dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini karena disusun oleh penyusun soal yang kredibel dan kompeten.
Apresiasi
Pelaksanaan seleksi yang transparan dan terbuka ini mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. K.H Abdul Ghofur Maemun yang juga alumni Al-Azhar Mesir misalnya, menyampaikan apresiasi yang mendalam dengan sistem seleksi yang transparan ini. “Saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Agama yang telah sukses menyelenggarakan seleksi calon mahasiswa Timur Tengah secara transparan dan terbuka, meskipun memang masih ditemui beberapa kendala, tapi masih sangat wajar. Apalagi mengingat ini pengalaman pertama seleksi ke Timur Tengah di masa pandemi,” tegas Kiai yang akrab dipanggil Gus Ghofur ini.
Hal senada juga disampaikan oleh Gus Faiz, pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman, Jakarta, yang juga alumni Al-Azhar, Mesir. Baik Gus Ghofur maupun Gus Faiz menyatakan bahwa ijtihad Kementerian Agama ini sudah sangat tepat yakni menyeleksi duta terbaik yang akan belajar ke Mesir, bahkan sudah disesuaikan dengan skill khas Indonesia yakni kemampuan baca kitab kuning.
Apresiasi juga datang dari Forkapmi (Forum Konsultan Pendidikan Al-Azhar Al-Syarif Indonesia). Secara tertulis, Forkapmi memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas penyelenggaraan seleksi Camaba Timteng oleh Kemenag yang telah berjalan dengan sukses.
Demikian juga dengan Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atikbud) KBRI di Cairo, Mesir Bambang Suryadi. Menurutnya, proses seleksi masuk ke Al-Azhar, perlu dilakukan lebih selektif dan kompetitif, baik yang melalui Kemenag, maupun lainnya.
Sebab, lanjut Bambang yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jumlah pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir saat ini sangat banyak, dengan keragaman latar belakang pendidikan dan sosial ekonomi. Hal ini memerlukan keterampilan diplomasi, kemahiran komunikasi, keterampilan mengelola masalah, penyesuaian akademik dan sosial, kreatifitas, serta kesabaran dan ketabahan.
“Jika setiap tahun sekitar 2000 sampai 3000 mahasiswa baru berdatangan ke Mesir, sementara jumlah mahasiswa yang selesai kuliah setiap tahun masih minim, maka tantangan tersebut akan semakin berat,” jelasnya.
Pemantapan Kemampuan Bahasa
Pasca pengumuman seleksi Camaba Timur Tengah 2021, Kementerian Agama bersama dengan OIAA dan stakeholders yang lain segera mempersiapkan proses pemberkasan dan persiapan akademik lainnya. Ini dilakukan sejak awal agar proses ya berjalan lancar, apalagi masih di tengah pandemi Covid 19.
Selain itu, kata Adib, pemerintah melalui Kementerian Agama sejak tahun 2019 juga memfasilitasi calon mahasiswa dengan pengayaan bahasa melalui Markas Lughoh Syaikh Zayd Mesir cabang Indonesia yang dulu dikenal dengan nama PUSIBA.
Sebagai pusat bahasa yang terpercaya, Lembaga Syaikh Zayd akan menguji kesiapan calon mahasiswa yang akan belajar ke Al-Azhar Mesir. Kehadiran Markaz Lughoh Syaikh Zayd di Indonesia atau PUSIBA sejak tahun 2019 sangat memudahkan banyak pihak. Hal ini mengingat, calon mahasiswa tidak harus langsung ikut penguatan bahasa di Mesir dengan status belum sebagai mahasiswa.
“Bagi calon mahasiswa yang ingin kuliah ke Al Azhar dan telah lulus seleksi Kementerian Agama, wajib mengikuti tahdid al mustawa. Ini semacam placement test di Pusat bahasa tersebut. Selanjutnya, dilakukan pemantapan kemampuan Bahasa Arab hingga yang bersangkutan dinyatakan eligible untuk mengikuti perkuliahaan,” jelas Adib memberikan catatan.
Eksistensi PUSIBA sendiri yang lahir pada bulan Juni 2019 telah dibekukan atau dibubarkan. Hal ini berpijak pada keterangan Dr. Muchlis Hanafi, Lc pada FGD di wisma Syahida (10/5/2021). Menurut Dr. Muchlis, saat ini yang masih eksis adalah Markaz Syaikh Zayd cabang Indonesia. “Hal ini sepertinya dilakukan semata-mata dalam rangka mengembalikan fungsi otentik akan amanah dibentuknya lembaga tersebut,” tutur Adib.
“Sekali lagi, pemerintah melalui Kementerian Agama justru hadir dalam proses Seleksi Camaba Timur Tengah tersebut untuk memastikan mereka yang akan kuliah di Mesir merupakan input terbaik yang akan menjadi ambassador bagi bangsa Indonesia di negara lain dengan prestasi akademik yang baik, bahkan memuaskan,” tandasnya.(Humas/Khusnul-Fitri)