Brebes – Pusat Layanan Terpadu (PLT) UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta mengadakan seminar dan launching dengan tema “Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”. Seminar ini berlangsung secara daring pada Rabu, 10 Maret 2021 mulai pukul 09.00 –12.30 WIB. Narasumber yang dihadirkan tak tanggung-tanggung, terdiri dari Dr. Imam Nahe’I, M.H.I (Komisioner Komnas Perempuan Republik Indonesia), Dr. Witriani, M.Hum (Ketua PLT UIN Sunan Kalijaga), Budi Wulandari, S.Psi (Direktur Rifka Annisa), dan Dr. Margaret Spencer (School of Social Work and Education University of Sydney).
Prof Dr. Phil Al Makin selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga membuka kegiatan seminar, dan dilanjutkan dengan sambutan dari Hj. Eny Yaqut Cholil, Penasehat DWP Kemenag RI. Diskusi dipandu oleh Ro’fah, Ph.D (Ketua DWP UIN Sunan Klijaga) dari awal hingga akhir.
Dalam materi yang disampaikan oleh Witriani berjudul “Kampus dan kekerasan seksual berbasis Gender,” disampaikan bahwa adanya urgensi pencegahan kekerasan seksual di Perguruan tinggi lebih dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang bentuk pelecehan seksual, tradisi dan konstruksi budaya, serta korban tidak mempunyai jalur pengaduan. Beliaupun menjelaskan pengertian Kekerasan Seksual yaituh setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/ atau fungsi reproduksi, secara paksa, atau bertentangan dengan kehendak seseorang serta dalam kondisi seseorang itu serta tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena ketimpangan relasi kuasa dan/ atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fısik, psikis, seksual bagi korban.
“Bentuk-bentuk kekerasan seksual antara lain berup pelecehan seksual, intimidasi seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, perkosaan dan pencabulan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual serta penyiksaan seksual. Tak hanya di dunia nyata, kekerasan seksual juga bisa dilakukan dalam bentuk digital, seperti cyber grooming, cyber harrashment, illegal content, morphing, surveillance, online prostitution, revenge porn, dan sexting,“ jelas Witri dalam paparannya.
Sedangkan Budi Wulandari dalam pemaparannya menjelaskan alasan korban kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus tidak dilaporkan dan tidak tertangani karena korban memilih untuk diam. Sehingga hal ini membutuhkan perhatian khusus untuk terus menginfokan tentang pemahaman yang utuh terhadap kekerasan seksual. Sehingga apabila diketahui ada korban kekerasan di kampus, kita dapat melakukan beberapa treatment, dari pendekatan awal, penanganan awal, asesmen, intervensi, sistem rujukan hingga terminasi.
Pada akhir sesi diskusi, Hj. Eny Yaqut Cholil mengungkapkan prinsip pendampingan korban kekerasan dengan 9 prinsip seperti yang diutarakan oleh Budi Wulandari. Antara lain Non Judgement, Kesetaraan antara korban dan konselor, Self Determination, Kerahasiaan, Keamanan korban dan pendamping, Kepekaan terhadap situasi krisis, Pemulihan dan Pemberdayaan korban, Adil Gender, Keamanan Korban dan Konselor Pendamping (DA/Sua)