Semarang – Pembahasan Pengembangan Sistem/Regulasi Supervisi Pembelajaran yang digelar di Harris Hotels, Malang, pada hari kedua, Kamis (11/3/21), semakin mengerucut dan hampir mendekati kata sepakat. Pembahasan draf regulasi dipandu Shofar Sholahuddin Bisri, pengawas Jawa Tengah dan Abdul Mughni, pengawas Jawa Timur.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan tiga hari, tanggal 10 s.d. 13 Maret 2021 ini, masing-masing peserta memberikan argumentasi yang mapan. Ada yang berkutat pada redaksional dan ada yang fokus pada substansi supervisi pembelajaran pada madrasah.
Dalam pembukaan dan pengarahannya, Direktur KSKK Madrasah, H. Ahmad Umar berpesan, pembahasan regulasi ini dibangun dari bawah dengan melibatkan Kasi Kurikulum dan Kesiswaan Kanwil Kemenag, pengawas, kepala madrasah, dan guru perwakilan seluruh indonesia.
“Hindari aturan yang tidak bermanfaat bahkan menjerat. Regulasi ini harus bermanfaat bagi guru sehingga mereka dapat merancang program, melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi dengan baik,” pesan H. Ahmad Umar.
Fenomena saat ini, tambahnya, orang dan masyarakat dunia yang dibutuhkan adalah kompetensi dibanding prosesi, seperti gelar. Karena itu, peserta didik di madrasah harus punya kompetensi sebagai bekal eksistensi masa depannya.
“Mohon diyakinkan bahwa guru madrasah adalah evaluator yang baik yang tidak hanya membuat soal dan dijual bareng-bareng, melainkan guru yang dapat berdiri sebagai penggerak atau motor untuk madrasah yang hebat bermartabat berkelas dunia,” tambahnya.
Sementara itu, Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi Direktorat KSKK, H. Ahmad Hidayatullah mengatakan, pembahasan draf di Malang ini merupakan pembahasan kali kedua. Pertemuan pertama dilaksanakan di Yogyakarta, 2 s.d 4 Maret lalu diarahkan untuk menyelaraskan rasa ke arah substansi, tidak hanya redaksi karena ada bagian tersendiri.
“Definisikan supervisi dengan tepat, tidak terjebak pada definisi seperti dalam Permendikbud,” ungkapnya.
Menurut H. Ahmad Hidayatullah, tidak ada revolusi pembelajaran jika kepengawasan berlangsung otoriter. Guru harus diberi ruang untuk bisa inovasi dan kreasi yang kondusif yang bisa jadi berbeda dengan kebiasaan selama ini. Guru jangan disetir-setir, apalagi ditakut-takuti.
“Terjadinya pembelajaran HOTS menjadi basis proses pembelajaran dan tak hanya pada penilaian, namun dengan basis data dan fakta diagnostik,” tuturnya.
Sedangkan pengawas Kemenag Kota Semarang, Amhal Kaefahmi yang terlibat aktif dalam diskusi mengatakan, pembahasan berjalan aktif dan menarik karena semua mengarah pada perbaikan mutu pembelajaran di madrasah melalui supervisi pembelajaran yang tak hanya dilakukan pengawas, namun bisa oleh kepala madrasah dan guru yang ditunjuk. (Amhal Kaefahmi/bd)