Semarang (PHU) – Kebijakan Pemeritah Arab Saudi yang menerapkan rekam biometrik sebagai syarat untuk mendapatkan visa, menjadi perhatian utama Kementerian Agama. Kebijakan yang sudah berjalan bagi jemaah umrah dengan menerapkan biometrik sebagai syarat mendapatkan visa umrah menimbulkan beberapa penolakan dari beberapa pihak dikarenakan timbulnya permasalahan-permasalahan dilapangan, seperti keterbatasan kantor layanan biometrik yang tersebar di wilayah Indonesia tidak merata di seluruh Kabupaten/Kota.
“Kantor layanan biometrik yang sudah beroperasi di Jawa Tengah baru ada 3, yaitu di Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kab. Banyumas,” ujar Kepala Seksi Pendaftaran dan Dokumen Haji, Ahmadi, saat ditemui di ruang kerjanya Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Tengah, Jum'at (08/03).
Dijelaskan Ahmadi terkait kebijakan biometrik yang diterapkan oleh Pemerintah Arab Saudi, apabila diberlakukan kepada syarat untuk mendapatkan visa haji kemungkinan akan menimbulkan persoalan baru. Mengingat jumlah jemaah haji di Jawa Tengah termasuk wilayah “gemuk” jemaah haji (jumlah jemaah haji terbanyak posisi ketiga) di Indonesia.
“Kami masih berusaha mengusulkan agar biometrik tidak menjadi persyaratan untuk mendapatkan visa dan hanya diberlakukan untuk syarat keberangkatan. Seperti tahun 2018, biometrik dilakukan di Embarkasi sebelum jemaah haji berangkat,” harap Ahmadi.
Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel yang beroperasi di Indonesia dan ditunjuk oleh Pemerintah Arab Saudi sebagai pihak penyelenggara perekaman biometrik hanya memiliki kantor layanan yang sangat terbatas. Ahmadi juga menjelaskan bahwa geografis Negara Indonesia sangat luas dan berbentuk kepulauan. Sehingga masyarakat Indonesia membutuhkan modal transportasi untuk menjangkau titik lokasi layanan yang ada.
“Kalau di Jawa masih mungkin ditempuh dengan transportasi darat, sedangkan di luar Jawa transportasi laut maupun udara terpaksa ditempuh untuk pergi dari rumah ke tempat lokasi biometrik. Menimbulkan permasalahan baru, jemaah butuh biaya dan waktu lebih hanya untuk mendapatkan layanan biometrik,” katanya.
Saat ditanyakan apabila kebijakan biometrik benar-benar diberlakukan kepada jemaah haji untuk mendapatkan visa, Ahmadi mengusulkan agar titik lokasi layanan bioemtrik ditambah.
'Jika benar kebijakan biometrik bagi jemaah haji diberlakukan tahun ini, kami sudah mengusulkan penambahan titik lokasi layanan,” tegas Ahmadi.
“Sementara yang baru kita usulkan tiga titik lokasi layanan baru minimal untuk mencukupi kebutuhan layanan biometrik dengan lokasi terdekat jemaah haji sesuai dengan Eks Karesidenan masing-masing di Jawa Tengah,” tambahnya.
Titik lokasi yang diusulkan untuk ditambahkan yaitu untuk di Karesidenan Kedu diusulkan di Kabupaten Temanggung, Karesidenan Pati di Kabupaten Pati dan Karesidenan Pekalongan di Kota Pekalongan. Karena estimasi jumlah jemaah haji di 3 Eks Karesidenan tersebut terbilang cukup besar. Untuk Eks Karesidenan Magelang estimasi jemaah hajinya sebanyak 6.039 orang, Eks Karesidenan Pati sebanyak 4.388 orang dan jumlah jemaah haji untuk Eks Karesidenan Pekalongan sebanyak 5.131 orang. (vd/gt).