Brebes – Pada tanggal 11 Maret 2021 bertepatan dengan 27 Rajab 1442 H merupakan peristiwa Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Dimana dalam satu malam tersebut terjadi peristiwa penting yaitu Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan menuju Sidratul Muntaha. Dalam peristiwa tersebut juga, Nabi Muhammad SAW menerima perintah salat dari Allah SWT.
Dalam rangka memperingati Peristiwa Isra Mi'raj, Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama RI mengundang seluruh anggota DWP Kemenag yang terdiri dari Unsur Pelaksana, PTKN, Kanwil Kemenag Provinsi, Kankemenag Kab/Kota, UPT Asrama Haji, Balai Diklat Keagamaan dan Balai Litbang Agama dalam acara zoom meeting yang dilaksanakan pada Jumat, 19 Maret 2021 pukul 07.30 hingga selesai. Dengan dresscode berwarna putih baik pakaian maupun kerudung. Tema yang dipakai yaitu Peristwa Isra Mi'raj sebagai motivasi dalam membangun moderasi beragama.
Kegiatan dihadiri oleh Eny Yaqut Cholil selaku Penasihat DWP Kemenag RI, Halimah Zainut Tauhid (Wakil Penasihat DWP Kemenag RI), Farikhah Nizar Ali (Ketua DWP Kemenag RI), dan Prof. Dr. M. Quraish Shihab (Tausiyah).
“Dalam konteks moderasi beragama kita adalah menggabungkan akal dan rasa,menggabungkan spiritual dan material. Kita jangan sampai tenggelam dalam spiritualitas semata, ataupun tenggelam dalam sisi materiatas, karena bisa terjerumus dalam ekstrims/ intoleransi dalam beragama. Karena itu gabungkan keduanya sehingga melahirkan moderasi,” papar Eny Yaqut Cholil selaku Penasihat DWP Kemenag RI.
“Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an, tidak kelebihan, dan tidak kekurangan, alias seimbang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moderasi didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstreman,“ jelas Prof. Dr. M. Quraish Shihab selaku pemberi Tausiyah.
“Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama. Istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keesktreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama,“ tambah beliau.
Dalam bahasa Arab, padanan moderasi adalah wasath atau wasathiyah, yang berarti tengah-tengah. Kata ini mengandung makna i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Adapun lawan kata moderasi adalah tatharruf, yang dalam bahasa Inggris mengandung makna extreme, radical, dan excessive, bisa juga dalam pengertian berlebihan. Dalam bahasa Arab, setidaknya ada dua kata yang maknanya sama dengan kata extreme, yaitu al-guluww, dan tasyaddud. Dalam konteks beragama, pengertian “berlebihan” ini dapat diterapkan untuk menyebut orang yang bersikap ekstrem, yaitu melampaui batas dan ketentuan syariat agama.(DA/Sua)