Semarang – Membentuk sosok pemimpin birokrasi yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyusun perencanaan kegiatan instansi serta memimpin pelaksanaanya, merupakan kompetensi tujuan yang disasar oleh Lembaga Administrasi Negara dalam membangun peningkatan kompetensi aparatur Negara khususnya bagi para pimpinan melalui pendidikan dan pelatihan bagi pemimpin.
“Sejak diterbitkannya peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara tahun 2013 yang mengatur proses pendidikan dan pelatihan (diklat) kepemimpinan pola baru, praktis mulai 2014 diklat kepemimpinan pola baru dilaksanakan pada setiap instansi pemerintah, tak terkecuali Kementerian Agama. Targetnya membangun sosok pemimpin birokrasi yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyusun perencanaan kegiatan instansi serta memimpin pelaksanaanya”, ungkap Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah Drs. H. Ahmadi, M.Ag saat diwawancarai reporter dari Radio Republik Indonesia (RRI) terkait pelaksanaan Diklat Kepemimpinan pola baru.
Kakanwil menggaris bawahi bahwa pelaksanaan Diklat Kepemimpinan dengan pola baru memberikan ruang bagi pimpinan instansi dari peserta memberi otorisasi kepada peserta untuk menjual gagasan perubahan kepada stakeholder yang ada di instansinya, kemudian menjadikan gagasan perubahan menjadi milik bersama. Diklat juga diharapkan menempatkan peserta diklat dalam leadership laboratory, dimana peserta mengelola proses perubahan yang sesungguhnya dibawah bimbingan mentor, coach, dan counselor, sehingga peran pemimpin instansi untuk ikut bertanggung jawab menyiapkan calon pemimpin.
“Peran pemimpin instansi ikut bertanggung jawab menyiapkan calon pemimpin untuk membentuk pemimpin perubahan sebagai mentor, dimana proyek perubahan yang akan dibuat oleh peserta diklat selaku bawahan semata-mata untuk pencapaian tujuan organisasinya yang menjadi tangung jawab bersama yang diimplementasikan dibawah bimbingan mentor, sebagai Pemimpin instansi dari peserta juga diharapkan memberi otorisasi kepada peserta untuk menjual gagasan perubahan kepada stakeholder yang ada di instansinya”, jelas Kakanwil menyimpulkan poin dari pola baru Diklat kepemimpinan tersebut.
Ahmadi menambahkan bahwa “Diklat kepemimpinan pola baru diharapkan selain mampu dengan membentuk aspek kognitif atau skill, namun lebih pada peningkatan sikap atau attitude yang lebih baik. Karena sikap menjadi barometer bahwa menjadi seorang pemimpin dapat mempimpin dengan baik atau tidak. Ada 2 target keberhasilan pemimpin yang dapat diukur yakni membimbing bawahan untuk mampu menyelesaikan tugasnya dengan tuntas dan memberikan motivasi pada bawahan untuk mengembangkan karir”.
Mengakhiri wawancara Ahmadi menaruh harapan besar kepada pemerintah dalam menentukan prioritas anggaran untuk peningkatan kompetensi bagi aparatur Negara, karena berdasarkan data yang tersedia jumlah anggaran Kementerian Agama Jawa Tengah untuk peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan kepemimpinan jumlahnya masih jauh dari yang diharapkan, karena ketersediaan alokasi anggaran baru bisa menyentuh 2 angkatan atau sekitar 80 peserta itupun masih digabung dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sedangkan jumlah peserta yang harus didiklat lebih dari 1,000 orang. (suripah)