KAB.PEKALONGAN, (HUMAS) — Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Tengah mempersiapkan lembaga atau pusat pengembangan prestasi atau talenta bagi para siswa, santri, dan mahasiwa binaannya. Lembaga ini akan menjadi wadah dari berbagai ajang kompetisi nasional yang selama ini digelar Kemenag, seperti pada jenjang Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, Kemenag menggelar Olimpiade Agama, Sains, dan Riset (OASE) serta Pekan Olahraga dan Seni Nasional (PESONA). Sementara di level madrasah, ada Kompetisi Sains Madrasah (KSM), (Madrasah Young Research and Science (Myres). Untuk santri pesantren, ada Musabaqah Qiraatul Kutub, dan ajang komperisi lainnya.
Ditektur Jenderal Pendidikan Islam, M Ali Ramdhani, mencontohkan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Menurutnya, selain melahirkan para pemikir di bidang Islamic Studies, PTKIN juga harus mampu membentuk talenta-talenta di bidang sains yang berkaliber. Pelaksanaan beragam even besar berskala nasional pada bidang riset dan inovasi sains di PTKIN harus mampu melahirkan insan-insan berprestasi.
“Event sekaliber OASE yang rutin diselenggarakan Direktorat Diktis harus dikelola secara profesional, sehingga melahirkan talent-talent yang hebat. PTKIN dapat menilik pelaksanaan KSM yang diselenggarakan level madrasah, betapa anak-anak itu sangat hebat. Mereka mampu meciptakan inovasi sains yang menakjubkan. PTKIN harusnya bisa lebih hebat dari mereka,” pesan Kang Dhani, panggilan akrabnya, di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Kang Dhani minta, PTKIN lebih tanggap terhadap talent-talent hebat yang dihasilkan dari KSM. Sehingga, mereka mendapat tempat yang istimewa di kampus PTKIN.
“Para talent hasil pelaksanaan KSM justru mendapat golden ticket kuliah di PTN Umum. Sementara PTKIN kurang peduli terhadap mereka yang sebenarnya aset yang sangat bagus buat Kementerian Agama, khususnya PTKIN,” sebutnya.
Direktur Perguruan Tinggi Islam (Diktis), Ahmad Zainul Hamdi, menyampaikan bahwa pihaknya ingin membentuk pusat prestasi ini karena tiga alasan. Pertama, setiap even selalu mengundang bias tuan rumah atau penyelenggara. Kedua, munculnya protes saat pelaksanaan. Ketiga, selesai even, muncul cacian.
“Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan karena tidak akan menghasilkan talent-talent terbaik”, jelasnya.
Catatan lainnya, setiap kali perhelatan, seakan-akan persiapan harus dilakukan dari nol. Menurutnya, ini cara kerja yang tidak terinstitusionalisasi, sehingga harus diubah.
“Setiap event seakan-akan kita kerja dari nol, padahal diselenggarakan rutin. Ini menunjukkan kerja-kerja amatir yang harus diperbaiki, karena menunjukkan cara kerja yang tidak terinstitusionalisasi,” katanya.
Pria yang akrab disapa Ahmad Inung ini ingin hasil-hasil ajang kompetisi nasional Ditjen Pendidikan Islam dapat direkognisi secara nasional. Hasil kompetisi juga perlu diglorifikasi media sehingga mendapat apresiasi dari khalayak. Sebab, para juara yang lahir dari proses dan sistem talent terbaik, juga akan menjadi sangat baik.
“Talent-talent terbaik perlu mendapat pembinaan secara baik, seperti mendapat beasiswa atau peluang pengembangan lainnya. Karena itu perlu inovasi, dengan membentuk lembaga prestasi yang kredibel dan kuat seperti yang sudah mapan di Kemendikbud,” tutupnya.
Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama, Thobib Al Asyhar, yang ditunjuk sebagai PIC pembentukan lembaga prestasi mengaku siap menjalankan amanah ini. Menurutnya, lembaga prestasi nantinya harus menjadi payung umum di Kemenag, minimal di level Ditjen Pendis, sehingga seluruh event nasional dapat dikelola dengan baik.
Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan, Shoib Nur, mendorong agar pembentukan lembaga prestasi ini dapat segera diwujudkan agar dapat menghandle pelaksanaan OASE tahun depan. (Dr.H. Thobib/Moh. Khoeron/MTb/bd)