Perempuan boleh meminta seseorang untuk menjadi wali hakim dirinya

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Penghulu se-Kota Surakarta, beserta staff KUA hadir mengikuti kegiatan Focus Group Discussion Fiqh Munakahat “Wali Hakim” Sebagai Peningkatan SDM Penghulu yang diselenggarakan oleh Bimas Islam, Kemenag Kota Surakarta (13/06). Kasi Bimas, Umi Khozanah menyampaikan tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut. “Sehingga nantinya bisa mengambil kesepakatan agar ada kesamaan dalam mengambil kebijakan, utamanya menentukan wali hakim,”paparnya.

Kegiatan dibuka langsung oleh Kepala Kankemenag Kota Surakarta, Hidayat Maskur dengan arahan dan sambutan. “Kita diskusikan secara keseluruhan, seperti apa proses wali hakim dan kejelasan duduk perkara sehingga tercapai diseragamkan di KUA,”ujarnya. Ia berharap dengan adanya 2 narasumber yang berkompeten di bidangnya, sehingga akan mencapai kesepakatan yang baik secara UU dan Fiqhnya.

Narasumber diantaranya dari Pengadilan Agama dan Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum UIN Surakarta. Hakim Pengadilan Agama, Wahid Afani menyampaikan dan mengingatkan kembali pada peserta tentang dasar dijatuhkannya hukum wali hakim. Pembahasan terus mengerucut hingga penentuan status bagi anak yang lahir sebelum diputuskannya pembatalan nikah hingga penulisan kawin tidak tercatat pada kolom kartu keluarga.

Senada, dan lebih detail secara fiqh dijelaskan oleh Musta’in Nasoha dari UIN Surakarta. Ia menjelaskan syarat tahkim menurut Imam Al-Mawardi ada 4, diantaranya ; orang yang ditunjuk sebagai hakim (muhakkam) adalah seorang yang ahli ijtihad, kedua belah pihak yang berselisih menyepakati si muhakkam, masalah yang diperselisihkan adalah hal-hal yang memang diperbolehkan untuk dilakukan tahkim.

“Dan yang ke 4, keputusan yang diambil dapat diterima oleh kedua belah pihak,”tuturnya. Adapula istilah Tauliyah yaitu permohonan perempuan kepada seorang yang adil untuk menjadi wali hakim dirinya. “Menurut Kitab Tuhfatul Muhtaj, tauliyah harus memenuhi 4 syarat-syarat,”tuturnya.

Yang dimaksud 4 syarat tersebut yaitu ; wali betul-betul tidak ada baik wali khusus (yaitu wali nasab) maupun wali umum (yaitu wali hakim resmi yang ditunjuk negara), dalam keadaan bepergian, tidak dalam keadaan bepergian namun tempat tinggal si perempuan berada di tempat terpencil yang jauh dari tempat tinggal pejabat hakim dan di tempat tinggal si pengantin perempuan, tidak ada orang yang betul-betul menguasai masalah tahkim. (may/rf)