081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

Search
Close this search box.

Mahasiswa Asing antara Peluang dan Tantangan

Saat ini antar Kementerian/Lembaga (K/L) bersinergi dan berkolaborasi merupakan suatu kemestian, sebagai upaya bergotong royong dalam bersolusi untuk mewujudkan akselerasi dalam bidang tertentu.

Pada akhir semester gasal tahun ini, Kementerian Agama berinisiasi melaksanakan pencerahan terkait izin tinggal bagi mahasiswa asing, dengan mengundang Ditjen Imigrasi selaku pemangku tugas dan fungsi (tusi).

Mahasiswa adalah aset bangsa yang dominan dalam menentukan nasib bangsa kelak. Karenanya kualitas mahasiswa yang berkarakter ialah suatu keniscayaan.

Menyadari hal ini  selaras dengan ketentuan terkini terkait akreditasi perguruan tinggi yaitu disyaratkannya komposisi mahasiswa asing yang sedang menempuh studi di Universitas minimal berada di angka 2 persen dari total keseluruhan  mahasiswa.

Ketentuan ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memacu kualitas perguruan tinggi baik perguruan tinggi umum maupun perguruan tinggi keagamaan.

Semuanya bermuara pada kesiapan sebagai generasi unggul untuk menuju Indonesia maju.

Dengan ketentuan komposisi dua persen mahasiswa asing, mendorong tiap universitas untuk meningkatkan kualitas sehingga mahasiswa asing tertarik untuk menggali ilmu di bumi nusantara.

Namun pada sisi lainnya, tiap unsur dari  universitas juga harus memahami ketentuan mengenai izin tinggal bagi mahasiswa asing sehingga tidak ada informasi yang terputus atau tertinggal. Agar pemangku tusi tidak bergantung pada pihak lain dalam mengurus prosedur izin tinggal bagi mahasiswa asing. 

Kembali ke pertemuan perdana dengan Kementerian Agama, tentu banyak hal yang perlu dipaparkan dalam waktu yang singkat dan dengan jumlah peserta yang terbatas.

Walaupun informasi yang disampaikan pada Rapat pembahasan tersebut adalah hal yang berlaku umum namun patut disayangkan audiens yang hadir belum lengkap dan dalam kapasitas yang kecil sehingga sebaran informasi pada kegiatan dimaksud  menjadi terbatas.

Untuk itu, kiranya dipandang perlu untuk menginformasikan perihal izin tinggal bagi maahasiswa asing secara lebih luas.

Pada pertemuan di atas mencuat beberapa permasalahan yang dikemukakan terkait visa dan izin tinggal bagi mahasiswa asing, yang mungkin juga dialami oleh sebagian besar Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri  pada umumnya, yaitu antara lain.

Selama ini terkait penjamin, masih dipahami oleh sebagian kalangan bahwa pimpinan universitas (rektor) adalah bertindak sebagai penjamin atas nama pribadi atas kehadiran mahasiswa asing sehingga terasa berat.

Terkadang saja Universitas sebagai Lembaga, dipandang yang berwewenang bertindak sebagai penjamin.

Merujuk pada reglemen keimigrasian, penjamin adalah orang atau korporasi yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing selama berada di Wilayah Indonesia.

Berarti dalam hal ini terkait mahasiswa asing pihak penjamin adalah universitas sebagai korporasi, sehingga tidak membebani pimpinan universitas secara pribadi.

Pemangku tusi Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri belum memahami sepenuhnya mengenai penjamin adalah universitas sebagai Lembaga.

Ini dapat dipahami mengingat selama ini pemangku tusi  Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri belum mengetahui ketentuan ini dari sumber data primer.

Hal lain yang dikemukakan adalah usulan adanya regulasi khusus keimigrasian terkait visa bagi mahasiswa asing karena dalam pengurusan visa terdapat sedikit kendala.

Regulasi keimigrasian bagi mahasiswa asing selama ini sudah terakomodasi dengan ketentuan yang simpel dan mudah serta sudah dilakukan secara online dengan tahapan yang ringkas.

Kemungkinan pihak pemohon yang belum terbiasa mengikuti tahapan tersebut.

Salah satu peserta yang hadir pada pertemuan tersebut memberikan testimoni.

Yaitu menyatakan bahwa proses permohonan visa bagi mahasiswa asing secara online sangat mudah, tinggal diklik saja dengan mengikuti petunjuk yang ada.

Hal ini berarti kemudahan pengurusan visa secara online belum tersosialisasikan secara luas di kalangan pemangku tusi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di seluruh Indonesia.

Juga tidak menutup kemungkinan bahwa kesulitan yang sama juga dialami oleh unsur dari Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri pada propinsi lain.

Solusi yang efisien dan efektif adalah diperlukan sosialisasi terkait prosedur permohonan visa  secara online kepada para pemohon dan penjamin visa bagi mahasiswa asing, pencerahan inipun menjadi bagian dari sosialisasi tersebut.

Berikutnya, terdapat hal yang belum diatur secara eksplisit adalah mekanisme seleksi mahasiswa asing.  

Artinya aturan terkait mekanisme seleksi mahasiswa asing terutama mengenai kategori nilai-nilai dan norma yang boleh/tidak boleh dianut oleh mahasiswa asing sepatutnya perlu dituangkan ke dalam ketentuan secara jelas.

Sebagai contoh mahasiswa dari negara tertentu yang memiliki nilai-nilai yang tidak bersesuaian dengan dasar negara Pancasila, sepatutnya perlu diseleksi secara lebih ketat untuk mencegah kemungkinan yang bersangkutan menganut nilai tersebut.

Pada pertemuan dimaksud tercetus bahwa dikhawatirkan mahasiswa asing akan membawa nilai-nilai atau ideologi yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasalnya, seseorang cenderung untuk menularkan nilai-nilai yang dimilikinya bila berinteraksi dengan orang lain.

Nilai-nilai yang dianut oleh mahasiswa asing, cepat atau lambat ketika berasimilasi dengan mahasiswa setempat ataupun masyarakat sekitar akan berpengaruh terhadap tatanan kehidupan penduduk lokal, apalagi jika menyangkut nilai-nilai spiritual.

Pertanyaan lain yaitu mengapa artis asing tertentu, dibolehkan untuk masuk ke Indonesia.

Memang pertanyaan ini tidak ada keterkaitan secara langsung dengan mahasiswa asing.

Tapi secara substansi memiliki benang merah terkait dengan akhlak generasi muda (yang didalamnya termasuk mahasiswa Indonesia pada umumnya, pastinya).

Kemudian diikuti dengan usulan dari peserta tersebut ialah mengapa tidak diatur nilai-nilai pendidikan dan moral kearifan lokal berasaskan Pancasila ke dalam regulasi keimigrasian untuk menjaga moralitas generasi penerus.

Usulan nilai-nilai pendidikan dan moral kearifan lokal dimaksud, kiranya dapat dipertimbangkan untuk diintegrasikan ke dalam Permenkumham tentang Tata Cara Penetapan Negara Calling Visa, Permohonan dan Pemberian Visa Bagi Warga Negara dari Negara Calling Visa tersebut, jika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, tentunya.

Selanjutnya nilai-nilai pendidikan dan moral kearifan lokal dimaksud, pastinya perlu dirumuskan secara spesifik oleh para pakar yang berkompeten.

Aturan terkait nilai-nilai pendidikan dan moral kearifan lokal dimaksud, yang akan dituangkan ke dalam peraturan merupakan sesuatu hal yang anyar.   

Namun patut dipertimbangkan untuk dituangkan ke dalam Permenkumham dimaksud yang lebih fleksibel dan mudah untuk direvisi.                                       

Terakhir mengenai biaya overstay mahasiswa asing mencapai puluhan juta yang diakibatkan oleh yang bersangkutan sendiri (terlepas dari sebab adanya kelalaian ataupun ketidaktahuan).

Sementara universitas tidak memiliki alokasi dana untuk membayar biaya overstay tersebut. Oleh karena itu pemangku tusi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri perlu terus mengingatkan kepada para mahasiswa asing untuk memperhatikan masa berlaku izin tinggal.

Pimpinan universitas dapat bersurat kepada Pimpinan Ditjenim untuk permohonan diskresi atas pengurangan biaya overstay tersebut, bila memungkinkan dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, pastinya.

Mengingat pada masa yang akan datang biaya overstay bagi mahasiswa asing kemungkinan akan terjadi lagi, seiring dengan kuantitas mahasiswa asing yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

Sedangkan mengenai usulan agar aturan biaya overstay ditinjau ulang.

Pasalnya, PP no. 28/2019 yang mengatur biaya overstay sebesar sejuta rupiah per hari, tentu telah melalui berbagai pertimbangan yang matang dan ketentuan tersebut berlaku untuk semua orang asing bukan hanya mahasiswa asing yang overstay.

Sehingga usulan agar kebijakan biaya overstay tersebut ditinjau ulang, kecil peluang untuk direvisi.

Walhasil, semoga mahasiswa asing dapat menjadi mitra bagi mahasiswa lokal dalam membangun ibu pertiwi.

Penulis : Fenny Julita,S.Sos.,M.Si. (Analis Keimigrasian Ahli Madya, Direktorat Jenderal   Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI)

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content