Resume :
-Konten tidak mengankat fungsi dan peran Kemenag,
-Narasumber tidak jls asal-usulnya
-Demikian untuk menjadi perhatian
Sukoharjo – Tepat hari ini tanggal 22 Maret, dunia kepemeranan khususnya seni pantomime merayakan momentum keunikannya yang kerap disapa tanpa kata dan suara, cukup dengan bahasa tubuh kami menyuara. Guru dan Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Grogol Weru berkolaborasi dengan Komunitas Pantomime Sukoharjo Jawa Tengah mengapresiasi momentum tersebut dengan menggelar mini perform di sepanjang trotoar dan zebra cross jalan pada Rabu pagi tanggal (22/03).
World Mime Day merupakan salah satu bentuk apresiasi untuk mengenang dan menghargai tokoh maestro seni pantomime yang telah meninggal dunia, yakni Marcel Marceau yang lahir pada tanggal tersebut tahun 1923 silam.
Pada Peringatan World Mime Day Tahun ini, Komunitas Pantomime Sukoharjo membawakan mini perform dengan mengangkat sebuah tajuk ‘Bahasa tubuh akan lebih jujur seperti halnya mata air yang mengalir’. Tajuk tersebut diambil karena pada hari ini juga bertepatan dengan peringatan hari Air Dunia yang jatuh pada tanggal yang sama.
Menurut Pimpro Pantomime Sukoharjo Toat Kurniawan atau yang lebih akrab disapa Wawan mengatakan Mini Perform ini melibatkan beberapa kalangan dari berbagai jenjang akademik dan profesi. “Pelajar Sekolah Dasar (SD/MI), pegiat pantomime, dan para pendidik (guru) saling berkolaborasi dalam mini perform ini” kata Wawan.
Wawan mengatakan Kalaborasi tersebut dimaksudkan agar beberapa kalangan lebih dapat mengenal dan memahami seni pantomime secara mendalam, baik secara teori maupun praktik.
Kata Wawan, selain sebagai sarana hiburan, tidak jarang seni pertunjukan pantomime menjadi satu diantara banyaknya ruang yang digunakan sebagai media pengantar pendidikan dan menyampaikan ide serta gagasan yang mampu merepresentasikan hal-hal di sekitar kita.
Lebih jauh Wawan menjelaskan, selain mengenalkan dan memahami seni pantomime khususnya di Sukoharjo, tujuan utama mini perform dalam World Mime Day tersebut adalah sebagai media atau sarana membangun dan membentuk karakter pada peserta didik sejak dini, khususnya mulai anak-anak di jenjang akademik bawah.
“Pantomime sangat relevan dengan kurikulum 2013 yang sangat syarat dengan muatan karakter yang diselipkan pada setiap pembelajaran dan kegiatan” jelas Wawan.
Salah satunya adalah pengajaran drama di sekolahan. Sekalipun seni pantomime hanya sekadar bahasa tubuh, namun bukan berarti harus dikesampingkan, karena bahasa gesture hakikatnya adalah akar dari drama itu sendiri, merupakan bagian dasar dalam bidang kepemeranan, yang sering kali dipertunjukkan dalam sebuah tontonan berupa teater. “ Oleh karenanya, bukan sembarangan lagi jika kita mengabaikan bahasa tubuh. Karena hakikatnya, bahasa adalah sistem tanda/sign, simbol-simbol/pelambangan yang jauh sejak dahulu lahir dan menjadi haribaan yang pertama” jelas sang pimpro
Wawan berharap dengan adanya peringatan World Mime Day tahun ini dapat memberikan refleksi manfaat yang lebih baik. khususnya bagi penggiat seni pantomime di penjuru dunia, khususnya di Indonesia dengan banyaknya bermunculan tokoh-tokoh pantomime di setiap kota yang mulai menularkan seni tersebut.