Kudus – 21/10, Gereja Katolik St. Yohanes Evangelista Kudus mengadakan acara Festival Inkulturasi Rayon Busidiana (Pantura) yaitu dari Paroki Juwana, Paroki Grobogan, Paroki Pati, dan sebagai tuan rumah Paroki Kudus mengambil tema “Wajah Yesus di Pantura”. Festival Inkulturasi Rayon Busidiana bertempat di Aula Mandala Graha Gereja St. Yohanes Evangelista Kudus.
Dalam Sambutannya Romo Kepala Paroki Gereja Katolik St. Yohanes Evangelista Kudus mengatakan “Inkulturasi perlu diadakan karena memperkenalkan wajah Yesus melalui kebudayaan lokal setempat sehingga yang tadinya tidak kenal menjadi kenal.” Senada dengan Romo Kepala Paroki Penyelenggara Katolik Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kudus mengatakan “yang terpenting bagi Gereja adalah membangun manusianya yang akan berguna membangun Gereja dimasa depan.”
Pada kesempatan Festival Inkulturasi Rayon Busidiana Paroki Juwana membawakan “karawitan”. Paroki Grobogan stand up comedy, Paroki Pati dan Paroki Kudus drama bertema “Semar Mbangun Kahayangan” , dan dari Teater Senthir membawakan tarian.
Inkulturasi sebenarnya masalah dalam kebudayaan, sebab inkulturasi merupakan proses adopsi dalam kelangsungan pembinaan kebudayaan. Usaha inkulturasi oleh Gereja Katolik merupakan fenomena menarik untuk diteliti, baik pengaruh timbal balik antara Gereja setempat maupun kebudayaan lokal. Dalam hal ini termasuk peralatan-peralatan peribadatan, diantaranya musik iringan pada acara ritus gerejani, busana yang dipakai, bahasa yang dipergunakan serta lagu-lagu yang dinyanyikan.
Menengok sejarah Gereja Katolik di Indonesia, maka pada awal kehadiran Gereja dibawa oleh bangsa Belanda. Agar tidak menjadi unsur yang asing dalam masyarakat Indonesia, Gereja harus mengakar pada masyarakat pendukungnya. Hal ini ditandai dengan perubahan-perubahan yang berarti bagi umat Katolik Indonesia. Penggunaan bahasa peribadatan yang semula menggunakan bahasa Latin menjadi berbahasa setempat sesuai dengan bahasa dan adat masyarakat.
Inkulturasi budaya sesuai amanat Konsili Vatikan II, telah menempatkan Gereja dan masyarakat setempat mentaati kebudayaan dengan berbagai nilai moral yang sejalan dengan kehidupan Gerejani. Gereja Katolik menunjukkan kejelasan tentang proses inkulturasi ini, salah satunya penggunaan Kitab Suci Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. Di bidang seni pun, Gereja Katolik menaruh perhatian cukup tinggi, baik seni musik, tari dan drama. Gereja Katolik menghargai karya-karya umat setempat, baik berupa aransemen ulang, aransemen baru maupun ciptaan baru. (AA 2017/bd)