Kota Semarang, Halaqah Ulama yang diselenggarakan oleh MUI Kota Semarang belum lama ini berawal dari temuan dan laporan Pengawas PAIS Kota Semarang, bahwa terjadi keresahan bagi pelaksana pendidikan di sekolah negeri khususnya guru agama Islam dalam menyelenggarakan kegiatan keagamaan yang banyak dibiayai oleh dana infak sekolah.
Kegelisahan muncul sebagai akibat adanya media sosial yang mengunggah bahwa uang infak merupakan salah satu ragam pungutan liar di sekolah. Menurut Erfan Subahar Ketua MUI Semarang, tujuan halaqah untuk memberikan kontribusi yang berharga terhadap permasalahan umat khususnya berkaitan dengan masalah keagamaan di Kota Semarang.
Kegiatan yang dilaksanakan Kamis (5/17) dan dihadiri oleh H.M. Habib, MM Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang, Kepala Kesbanglinmas Kota Semarang, bertempat di Yayasan Islam Darul Ulum Gondoriyo, Wates Semarang.
Dalam sambutan pembukaan, M. Habib; mengharapkan langkah yang harus kita tempuh adalah membangun sinergitas pengelolaan pendidikan yang sudah baik untuk terus ditingkatkan bersama-sama sesuai potensi di lingkungan masyarakat lembaga itu dikembangkan”.
Peserta halaqah dari unsur Ketua MKKS SMP/SMA/SMK, guru PAI, Pengawas PAIS, Kepala MA, MTs, MI swasta maupun negeri, Ombusman, MUI Kota Semarang, NU dan Muhammadiyah. Dan sebagai nara sumber adalah Kadinas Pendidikan Bunyamin dan Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Semarang Muslich Shabir.
Bunyamin menekankan; “bahwa zakat, Infak dan shadaqah merupakan perbuatan baik (sunnah/wajib) yang penting dilakukan di sekolah untuk mendidik karakter anak didik sesuai tujuan pendidikan nasional. Menurutnya, Peraturan Presiden RI Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Satu Bersih Pungutan Liar tidak melarang adanya infak di sekolah, yang penting dilakukan dengan baik, transparan dan akuntabel serta sesuai peruntukkannya, urai Kepala Dinas Pendidikan Jateng.
Sedangkan Muslih Shobir, selaku Komisi Fatwa MUI Kota Semarang , persoalan Infaq untuk pengembangan lembaga pendidikan diperlukan biaya yang tidak sedikit. Tambahnya, bahwa dana yang berasal dari zakat, infak dan shadakah dapat dipergunakan selama dikelola dengan memperhatikan prinsip keterbukaan, suka rela, keterpaduan, profesionalisme dan kemandirian. Apalagi ZIS merupakan salah satu bentuk kongkrit dari jaminan social yang disyariatkan oleh ajaran Islam yang dengannya dapat memberikan perhatian dan kepedulian kepada fakir miskin dan kaum dhu’afa sebagaimana QS. Al Maidah yat 2, Pungkas Muslih Shabir. (Ali/Zin).