Pontren Nurul Huda Selenggarakan Ujian Program Kesetaraan

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Purbalingga – Pondok Pesantren Nurul Huda yang berlokasi di Desa Karangreja Kecamatan Kutasari merupakan satu-satunya pondok pesantren di kabupaten Purbalingga yang menyelenggarakan Ujian Program Kesetaraan (UPK) Tingkat Wustho (Program Wajar Dikdas 9 Tahun/ Paket B). Sejumlah 21 santriwan dan 53 santriwati mengikuti UPK yang dilaksanakan selama 7 hari sejak tanggal 9 – 16 April 2018 dalam 3 Ruang Ujian yang terpisah.  Setiap ruang ujian terdapat 2 orang pengawas yang bertugas.  Adapun bidang studi yang diujikan meliputi 6 bidang yaitu PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan Bahasa Inggris. Sedangkan bidang studi Agama Islam meliputi Al Qur'an, Hadits, Aqidah, Akhlak, Fiqh, Tarikh dan Bahasa Arab.

Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purbalingga, Kholidin, saat melakukan monitoring pada pesantren Nurul Huda, Senin (09/04) menjelaskan, UPK tersebut lebih dikenal dengan Ujian Kejar Paket B.

“UPK  adalah ujian akhir yang setara dengan tingkat MTs atau SMP, yang lebih dikenal dengan istilah Paket B.  Santri akan memperoleh ijasah seperti halnya peserta didik di madrasah ataupun sekolah formal,” jelas Kholidin.

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Ustadz Ali Mubarok mengungkapkan, pihaknya sudah rutin melaksanakan UPK setiap akhir tahun ajaran bagi santrinya.

“Selain mencetak generasi tahfidz Qur'an, kami juga membekali santri dengan ilmu pengetahuan umum setara SMP/ MTs serta praktik kewirausahaan,” ungkap Huda.

Hidupi Pesantren dengan Wirausaha

Pada kesempatan yang sama, Ustadz pendiri SD IT Nurul Huda Kutasari ini membeberkan salah satu rahasia kesuksesannya dalam mengelola pesantrennya. Menurutnya, pesantrennya yang berdiri pada tahun 1996 dan sudah mengalami kemajuan yang cukup pesat ini mendapat banyak berkah dari usaha  yang dilakukannya. Dijelaskannya bahwa ada beberapa wirausaha yang  sudah dijalankan seperti budidaya jeruk California, pisang emas, kelapa hingga kelapa sawit.

“Santri dan pengurus harus berwirausaha. Untuk menghidupi pesantren, kami tidak mengandalkan donatur. Seperti jeruk jenis  lemon California kami budidayakan dan kami distribusikan ke Jakarta, hasilnya kami putar kembali untuk perkembangan sarana dan prasarana pesantren,” tutur Ustadz Ali memotivasi.

“Kami ingin mengubah image_bahwa pesantren bukanlah peminta-minta di jalanan. Pesantren harus mandiri,” tegasnya. (sar/gt)