Hari Santri Nasional Yang Membumi

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Boyolali (Humas MTsN 6) – Ditetapkannya hari santri pada tanggal 22 Oktober 2015 oleh presiden RI,, membawa perubhan yang penting bagi santi di Indonesia. Penetatan hari santri merujuk pada Revolusi Jihad  yang dikumandangkan pada tanggal 22 Oktober 1945,, yang memantik terjadinya peristiwa 10 November di Surabaya yang hingga kini diperingati sebagai hari pahlawan. . Revolusi Jihad tersebut dikeluarkan oleh para ulama dan santi yang mengharuskan setiap muslim wajib membela kedaulatan Negara dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Di Indonesia, para santri punya hak untuk mengisi hidupnya. Tiap santri punya hak untuk menyelesaikan pendidikannya masing-masing, agar tercipta akhir yang bahagia. Maka, Hari Santri Nasional menjadi utuh. Dan kami bersyukur karena kami bisa membuat acara kami sendiri. Hari santri yang disukai banyak orang,” Kata Miftah Safari, Pembina Osis MTs Negeri 6 Boyolali beranologi.

Senin, 22 Oktober 2018 Suasana MTs Negeri 6 Boyolali, memberikan aneka rasa yang tak biasa. Sangat meneduhkan dan memgembirakan. Karena, Hari itu, MTs Negeri 6 Boyolali merayakan upacara Hari Santri Nasional dan Ba’da Dhuhur ada Pengajian anak-anak MTs di Masjid. Suasana iu seperti tak lekang oleh waktu.

Nur Hudaya Sholichin sebagai Kepala MTs Negeri 6 Boyolali, mengatakan,”Hari Santri Nasional adalah untuk memperingati perjuangan kaum Kyai dan Santri dalam melawan penjajahan bangsa asing.” Karena itu, Hari Santri Nasional akan menjadi ikon perjuangan, kesederhanaan, kesejahteraan, dan harapan. Karena gaya hidup santri begitu membumi. Anak-anak mengaji dan belajar ilmu agama bertahun-tahun pada Kyai atau Ustad di Pondok Pesantren.

“Bersama Santri Damailah Negeri,” demikian kalimat pembuka Muta’alin pada Pidato Upacara Hari Santri Nasional. Banyak hal yang beliau katakan pada saat pidato,tapi pada intinya,” kaum santri di bumi nusantara ini telah menanmpilkan wajah Islam yang damai. Di awali dengan metode pembauran Islam yang mereka lakukan di bumi nusantara telah membawa warna baru dalam budaya yang telah berkembang sebelumnya. Islam yang halus dan ramah diterima dengan lapang dada oleh masyarakat nusantara dan bertahan sampai sekarang dalam bentuk dan esensi yang sama, yaitu sebagai rahmatan lil ‘alamiin ( agama yang membawa perdamain bagi seluruh umat )”.

“Saya tetaplah siswa MTs biasa yang hijrah menjadi santri,” ujar Doni Orlando, siswa kelas 9F. Doni terbilang cukup berani dan percaya diri dalam belajar, hingga bisa memberi sentuhan ketimuran ala Ke-Indonesiaan yang kuat dalam Ilmu Agama. Selama hampir tiga tahun Belajar di MTs Negeri 6 Boyolali, Doni menyerap beraneka tehnik, metode dan rasa dalam Ilmu Agama. Pengetahuan  itu kemudian ia perkaya  dengan sentuhan budaya Indonesia yang menjadi bagian dari identitasnya. Dalam dunia Pendidikan, otentisitas Ilmu Pengetahuan  terkadang bisa penuh perdebatan, tapi ilmu yang tersampaikan ke siswa siswi MTs bisa merefleksikan penaklukan budaya sekaligus pembauran penuh damai.

Kelahiran Hari Santri Nasional memang menjadi titik balik perubahan besar dalam kehidupan bernegara. Demi Hari Santri Nasional, yang sudah jauh hari ditunggu-tunggu, MTs Negeri 6 Boyolali, mulai berbenah untuk menyambutnya. Acara dipersiapkan sebaik mungkin, sehingga benar-benar dipersembahkan untuk acara itu. Ruang-ruang di madrasah dirapikan dan “dihiasi” dengan gambar, ornament, tulisan, dan lain-lain. Begitu masuk pintu gerbang, poster besar bertuliskan “Hari Santri Nasional”, dengan Foto H Farhani, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah segera terlihat. Guru, karyawan, dan siswa siswi MTs Negeri 6 Boyolali, betah berlama-lama merayakan Hari Santri Nasional. Peristiwa itu patut dirayakan dan menjadi pendidikan yang baik. Ternyata, kita sebagai warga Negara Indonesia harus bangga dengan para santri, yang mampu membuktikan bahwa mereka bisa diandalkan dan bisa menjadi generasi muda penerus bangsa yang baik. ( Alinandri/jaim/rf )