DWP Kemenag Pati Ikuti Seminar Pencegahan Kekerasan Seksual

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

PatiSexual Abuse merupakan Kekerasan Seksual atau suatu perbuatan atau penyimpangan yang dilakukan beberapa orang yang salah dalam memahami apa itu seks atau seksual dan melampiaskannya pada orang dewasa atau lawan jenis bahkan anak-anak pun tak luput dari sasaran.

Untuk memahami dampak dari Kekerasan Seksual atau Sexual Abuse, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama Kab. Pati mengikuti Seminar dan Launching Pusat Layanan Terpadu (PLT) dengan tema “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual” yang digelar oleh Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) LP2M UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan berkolaborasi dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (10/3/2021) pukul 09.00 – 12.30 WIB.

Seminar dan Launching PLT tersebut menghadirkan empat narasumber yaitu, Dr. Imam Nahe’i, selaku Devisi Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan RI, Dr. Witriani, selaku Ketua PLT UIN Sunan Kalijaga, Budi Wulandari, selaku Direktur Rifka Annisa, dan Dr. Margaret Spencer selaku Pengajar pada School of Social Work and Education University of Sydney.

Seminar dan Launching PLT ini dipandu oleh Ro’fah, Ph.D, selaku Ketua DWP Sunan Kalijaga. Turut hadir Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. Phil. Al Makin serta Hj. Eny Yaqut Cholil Penasihat DWP Kemenag RI yang didapuk sebagai Keynote Speaker dalam seminar kali ini.

Sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Phil. Al Makin berharap kegiatan tersebut dapat memperkaya perspektif sebagai bahan dalam penyusunan draft Peraturan Rektor terkait Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual Di Lingkup UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, “Masukan-masukan dari para Narasumber yang expert dalam isu ini, tentu akan menjadi basis pertimbangan dalam penyusunan Peraturan Rektor itu nantinya,” ujarnya.

Di waktu yang sama, Hj. Eny Yaqut Cholil memaparkan bahwa kekerasan seksual merupakan masalah global yang masih marak terjadi dan bahkan terus berulang, baik di ruang privat, maupun di ruang publik. Terlebih lagi, lanjut Eny, di masa pandemi yang masih terus berlangsung, kekerasan menjadi rentan terjadi akibat dari bertambahnya angka konflik, baik di dalam rumah tangga maupun masyarakat.

Mengutip data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Komisi Nasional perempuan, tercatat kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan sebesar 75% sejak pandemi covid 19 terjadi.

Data Forum Pengadaan Layanan (FPL) yang dihimpun dari 25 organisasi menunjukkan bahwa telah terjadi 106 kasus dalam kurun maret-mei 2020, berdasarkan sistem informasi online Kementerian PPPA periode maret-april 2020 menunjukkan jumlah kasus kekerasan pada perempuan dewasa mencapai 173 kasus, dengan rata-rata 3 kasus perhari, sementara itu data dari januari-juni 2020 terjadi 329 kasus kekerasan seksual pada perempuan dewasa, 1849 terhadap anak, baik perempuan maupun laki-laki, kasus di ranah publik ada 2521 kasus, dan 2988 kasus di ranah privat.

Eny juga mengungkapkan bahwa sekolah dan kampus menjadi ruang publik yang berpotensi menjadi lokus terjadinya kekerasan seksual, sebagaimana survey yang dirilis Koalisi Ruang Publik Aman tahun 2019 yang menempatkan sekolah dan kampus di urutan ketiga sebagai ruang publik terjadinya kekerasan seksual setelah jalanan umum dan transportasi publik.

“Pola kekerasan seksual tidak mudah diduga dan dapat menimpa siapa saja, mulai dari balita hingga orang yang berusia lanjut, dan paling banyak dialami oleh perempuan,” papar istri dari Menag RI tersebut.

Eny menambahkan bahwa kekerasan berbasis gender (KBG) lebih banyak terjadi pada perempuan dan anak perempuan dari pada laki-laki dan anak laki-laki.

Itulah mengapa istilah KBG seringkali digunakan secara bersamaan dengan istilah kekerasan pada perempuan, karena konstruksi gender telah menempatkan perempuan sebagai kelas kedua dalam masyarakat.

“Relasi kuasa yang tidak setara ini mengakibatkan perempuan menjadi sangat rentan terhadap kekerasan,” pungkasnya.

Sementara ketika dikonfirmasi Humas Kemenag Pati usai mengikuti Seminar, Ketua DWP Kemenag Kab. Pati Ny. Sri Iswati Ali Arifin menjelaskan, Seminar ini sangat penting untuk diikuti, karena tindakan kekerasan berdasarkan perbedaan gender terus saja terjadi di Indonesia.

Menurut Iswati, kekerasan seksual adalah masalah bersama yang harus diakhiri sekarang juga.

“Sebenarnya kasus pelecehan seksual ini bagaikan fenomena gunung es, yang terlihat kecil tetapi didalamnya sangat dalam sekali,” jelasnya.

Lanjutnya, bagaimana membangun keluarga yang demokratis dan mengedepankan nilai-nilai kesetaraan juga berpengaruh untuk mencegah fenomena sexual abuse serta penekanan pada masyarakat bahwa setiap tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual adalah kejahatan.

“Untuk mengatasi hal ini (sexual abuse) di masyarakat perlu dilakukan tindakan dari berbagai lapisan masyarakat. Misalnya, dari setiap individu menuntut pendidikan kesetaraan gender dan pendidikan seksual yang komprehensif agar tahu dan terhindar dari kekerasan,” pungkas Ketua DWP Kemenag Pati. (at/qq)