Purbalingga – Dalam budaya Jawa ada ungkapan Dadi wong aja sok nggedhekake watek adigang, adigung, adiguna. Manusia janganlah mengandalkan (kelebihan yang dimilikinya yaitu) kekuatan, kekuasaan dan kepandaiannya. Hal tersebut dikemukakan Penyelenggara Zakat dan Wakaf Sarif Hidayat pada saat memberikan amanatnya selaku Pembina Apel di halaman Kantor Kementerian Agama kabupaten Purbalingga, Selasa (18/5/2021).
Sarif menjelaskan, ungkapan sederhana di kalangan orang-orang Jawa pada masa-masa lalu tersebut meski sederhana namun sarat makna karena memiliki nilai filosofis yang tinggi. Sehingga seharusnya terus harus dilestarikan sampai kapan pun sebagai bagian dari warisan budaya yang bernilai tinggi (adiluhung).
“Kata adigang bermakna kekuatan, adigung bermakna kekuasaan dan adiguna bermakna kepandaian,” jelasnya.
Ketiga kata-kata tersebut ada dalam kitab lama berjudul Serat Wulangreh karya Sri Sunan Pakubuwana IV, pada Pupuh ke-3 (Sekar Gambuh). Pada bait ke-4 disebutkan bahwa sifat adigang diwakili oleh hewan kijang yang memiliki kekuatan untuk berlari dengan sangat cepat.Kata adigung digambarkan sebagai hewan gajah (esthi) dengan besar tubuhnya dan kata adiguna diwakili oleh ular dengan bisa atau racunnya yang mematikan.
Dalam tutur orang Jawa digambarkan ketiga hewan tersebut berkelahi dengan mengandalkan kemampuan dan kelebihan masing-masing, yang berakhir dengan matinya ketiga hewan tersebut secara bersama-sama (mati sampyuh – Jawa).
“Apa yang diandalkan oleh kijang, gajah dan ular ? Kijang sombong dengan kecepatannya melompat, gajah dengan badannya yang tinggi besar dan ular dengan bisanya yang mematikan,” ungkapnya.
Ia mengambil kesimpulan dan pesan agar manusia tidak bersikap sombong dengan mengandalkan keuatan, keuasaan dan kepandaiannya karena pada akhirnya hanya akan ngundhuh wohing panggawe (menuai keburukan karena perbuatan yang dilakukannya – red).
“Jangan menyombongkan diri karena kekuasaan atau jabatan yang sifatnya hanya sementara. Itu adalah sifat adigung yang merendahkan martabat. Jangan pula bangga hingga sombong karena kepandaian serta pongah dengan kekuatannya.Orang hidup itu jangan memakai ketiga watak tersebut. Gunakan kesabaran, kehalusan dan hati-hati,” pesannya.
Dan di hari Idul Fitri ketiga watak yang tidak baik tersebut lebur. Orang-orang berduyun-duyun mengaku bersalah, meinta maaf dan saling memberi maaf. Hilang sifat adigang, adigung dan adiguna. Semoga semangat Idul Fitri tersebut menghindarkan kita dari sifat adigang, adigung dan adiguna yang merugikan, pungkasnya. (sar/bd)