Digitalisasi Turots Penting untuk Abadikan Karya Ulama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Lasem—Turats atau kitab-kitab ulama terdahulu dinilai penting untuk dapat diakses oleh generasi muda. Untuk itu, perlu diadakan digitalisasi turots oleh pemangku kepentingan.

Hal ini disampaikan oleh anggota komisi Anggota Komisi I DPR RI, Arwani Thomafi dalam kegiatan Halaqoh Turots Nusantara yang digelar oleh Museum Islam Nusantara di pendopo Tejakusuman, kompleks Masjid Jami’ Lasem, Selasa, (20/11/0222).

Menurut Arwani, di era digitalisasi sekarang ini, manuskrip atau naskah ulama-ulama terdahulu belum terdokumentasi dengan baik. “Kitab-kita ulama ini belum terdokumentasi dengan baik. Jangankan oleh masyarakat, bahkan oleh para santri sendiri. Karena itu manuskrip berupa kitab-kitab ulama terdahulu maupun ulama sepuh perlu dibuat versi digital, agar bisa diakses oleh generasi sekarang,” kata Arwani.

Pemangku kepentingan yang terlibat dalam gagasan ini antara lain Kominfo dan Kemenag. “Kemenag maupun Kominfo bisa memfasilitasi ini. Kita perlu memberikan pesan kepada dunia Islam, bahwa Indonesia kaya akan hasanah keislaman yang bercirikan moderat dan ramah serta berdasarkan  Pancasila,” papar Arwani.

Senada dengan Arwani, Ketua Lajnah Turots Ilmi Syaikhona Muhammad Kholil, Lora Usman Hasan mengatakan, digitalisasi manuskrip karya-karya ulama sangat penting untuk mengabadikan karya-karya ulama. Menurut Lora, manuskrip asli rentan terhadap kelapukan. “Kalau dibuat versi digital, bisa disimpan selamanya dan bisa dengan mudah dikses dan dicetak lagi. Kemudian bisa dipelajari oleh masyarakat,” kata Lora.

Lora menyebutkan, Lajnah Turots Ilmi Syaikhona Muhammad Kholil telah menghimpun 32 manuskrip dari karya-karya Mbah Kholil, termasuk kitab alfiah ibnu malik yang dikaji (disyarahi) dengan lengkap.

Narasi Ulama Lasem

Penggagas Museum Islam Nusantara sekaligus wakil nazir Masjid Jami’ Lasem, Abdul Aziz mengatakan, kegiatan ini merupakan soft launching Museum Islam Nusantara Masjid Jami’ Lasem. Pria yang akrab disapai Gus Aziz ini mengatakan, ada tiga unsur yang akan diletakkan di museum ini, yaitu narasi, naskah dan artefak.

Narasi mencakup penjabaran tentang gelombang sejarah ulama-ulama di Lasem pada awal abad 15, abad 17 dan abad 20. Abad 17 adalah masa Mbah Sambu, dan abad 20 adalah masa hadirnya sosok pendiri-pendiri NU dari Lasem. Antara lain KH Kholil, KH Baidlowi dan KH Ma’shoem.

Sementara terkait naskah, pihak Museum akan Menyusun kitab-kitab ulama nusantara secara sistematis. “Nanti akan kami hadirkan pula maktabah turots yang paling lengkap, tidak hanya se -Jawa Tengah, tapi juga se-Jawa,” katanya.

Narasumber lainnya, Gus Nanal Ainal Fauz Pengasuh Ponpes Manba’us Sa’adah, Gembong Pati mengatakan, jasa ulama Lasem dalam membentuk ulama dunia sangat luar biasa. Ia mengungkapkan, salah satu muassis (pendiri) madrasah di Makkah, yaitu Darul Ulum berasal dari trah Lasem. Yaitu Kyai Abdul Muhaimin (adik KH Baidlowi), dan diteruskan oleh Kyai Masykuri Allasimy.

Terkait turots ini, Gus Nanal telah mengoleksi ratusan hingga ribuan kitab karya ulama dan telah menerbitkan ensiklopedia ulama penulis kitab.

KH Adib Bisri Hattani yang juga didapuk sebagai narasumber menekankan, kitab-kitab karya ulama tak hanya sekadar dikoleksi, namun juga penting untuk dipelajari. Turots ini sebenarnya mendorong kita untuk menulis tentang kajian agama. “Namun sayangnya, sudah jarang yang menulis kitab. Apalagi peminat kitab kuning pasca pandemi hampir tidak ada,” kata Gus Adib. — iq/rf