Masih ditemui “Gap” Antara Pemahaman dengan Sikap Moderasi Beragama di Masyarakat

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Foto: Bena

Semarang (Humas) – Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Musta’in Ahmad, mengomentari kesimpulan dari  paparan 2 (dua) narasumber BRIN dalam seminar Hasil Evaluasi Pelatihan Penggerak  Penguatan Moderasi Beragama (PPMB) dan Pengukuran Pemahaman Moderasi Beragama pada Guru dan Penyuluh.

Bahwa kuantitas Guru dan Penyuluh harus ditingkatkan dalam jangkauan keikutsertaan Diklat Moderasi Beragama.  karena sebagai “garda terdepan” mereka harus memiliki pemahaman yang utuh atas moderasi beragama yang tercermin pada komperhensifnya 4  indikator sikap moderasi beragama.
Hal ini menurut Kakanwil juga harus diikuti dengan terus adanya upaya perbaikan metode Diklat.

“Selain model Diklat, simposium, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya bagi ASN guru dan penyuluh, hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana berbagai kegiatan ilmiah itu agar bisa langsung dirasakan dampaknya di masyarakat. Temukan cara sederhana yang bisa membuat orang lebih mudah paham apa itu gerakan moderasi beragama, dan apa pentingnya,” ucap Kakanwil dalam Seminar yang diadakan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, 25/1, di Hotel MG Setos Semarang.

Musta’in Ahmad menilai, salah satu kritik di masa lalu adalah menempatkan warga sebagai objek bukan subjek. Sehingga moderasi lebih banyak bergaung di ruang seminar dan ruang rapat.

“Di Jawa Tengah upaya menguatkan kerukunan umat beragama dilakukan melalui stategi pelembagaaan dan partisipasi warga,” sebutnya sembari menyampaikan adanya Peraturan Gubernur Jateng Nomor 37 Tahun 2022 yang terbit awal Desember lalu sebagai payung hukumnya.

Langkahnya, simultan sambil melakukan penguatan di ranah ASN, maka di lapangan kita juga harus ada pergerakan, agar isu kerukunan umat beragama muncul di perbincangan harian masyarakat grassroot.

“Kita temukan caranya dengan menggunakan instrumen lembaga yang sudah ada di masyarakat dalam hal ini kepengurusan RT/RW,” jelasnya.

Pelaksanaannya sudah dilakukan pada Desa Sadar Kerukunan di 20 desa di wilayah Jateng. “ada sekitar 340 RT yang saat ini sedang berjalan,” jelasnya.

Untuk menopang langkah itu, Kakanwil mengungkapkan bahwa “bersama 484 Penyuluh PNS dan 4.894 non PNS, kemudian kita bikin gerakan bernama MERAH MARUN, yakni Menyemai Ramah, untuk Masyarakat Rukun, berwujud intensitas berbagai bentuk interaksi langsung penyuluh dan masyarakat,” jelas Musta’in Ahmad.

Mengutip ungkapan Sekjen Kemenag RI, pada seminar PKN II angkatan 22, gerakan ini terobosan yang pertama di Indonesia. “Bisa jadi gerakan ini lahir di Jawa Tengah tetapi sesungguhnya  dibutuhkan se Indonesia,” tutur Kakanwil.

Selanjutnya Kakanwil mengungkapkan perlunya gaung moderasi beragama ini diperkuat di dunia maya.

“Yang terjadi sekarang ini fenomena orang bersemangat dalam  beragama tetapi mengambil jalan pintas dalam belajar ilmu agama, bukan ke otoritas keilmuan agama tetapi ke fasilitas IT,” sebutnya.

Menjawab hasil penelitian tentang adanya gap (rentang/jarak) pemahaman moderat dengan sikap keseharian. Kakanwil melihat masyarakat kita yang pada umumnya bersifat paternalis, butuh banyak figur contoh sebagai influencer sosial.

“Saya kira silent majority harus mengakhiri sikapnya (yang cenderung apatis). Toga  dan Tomas (Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat) harus jadi pelopor di medsos, karena masyarakat butuh itu,” ajak Kakanwil.

“Tanggung jawab kita semua untuk mejalankan agama yang kaffah, utuh (aqidah, syariah dan akhlak) dan menampilkan agama dalam wajahnya yang asli, yakni moderat,  penuh kesejukan dan kedamaian.” tutup Kakanwil.(Sua/Rf)