Pati – Perkawinan merupakan sesuatu yang dinamis, karena memiliki banyak faktor yang mempengaruhi seiring dengan proses yang terjadi. Banyak perkawinan menjadi tidak harmonis atau bahkan gagal karena, misalnya disebabkan oleh ketidaksiapan pasangan dalam menjalani perannya dalam perkawinan itu, selain itu juga karena ketidaksiapan dalam menghadapi berbagai problema dan tantangan yang dihadapi dalam perjalanan rumah tangganya. Hal ini disampaikan Jamal Ma’mur Asmani, nara sumber/fasilitator pertama dari ormas LKKNU Pati dalam kegiatan Bimbingan Perkawinan Pra Nikah Remaja Usia Nikah dalam materi “Mengelola Dinamika Perkawinan Dalam Keluarga”, bertempat di Aula Kankemenag Kab. Pati, Selasa (9/10/2018).
Jamal mengatakan, Dinamika perkawinan tentunya harus dikenali dan dipahami oleh setiap anggota pasangan yang telah mempersiapkan diri untuk menikah atau bahkan yang sudah menikah. Karena dengan mengenali dan memahami setiap dinamika dalam perkawinan tersebut, setidaknya para individu dari masing-masing pasangan akan bisa menghadapi dan mengatasinya. Dengan demikian, perjalanan fase demi fase perkawinan dan prosesnya akan menjadikan setiap anggota pasangan bisa mengendalikan bahtera rumah tangganya.
Diawali oleh proses awal seorang calon suami akan menentukan siapa calon isterinya sebagai calon pasangannya atau “ZAWAJ”. Baik yang dimulai oleh fase-fase ta’aruf atau bahasa lain di kalangan anak muda usia pra-nikah, mereka tentu saja sudah mempersiapkan diri dengan segala sesuatunya. Misal, pengadaan dan penyiapan “mahar” atau belanja pernikahannya. Dalam kondisi ini, tentu menuntut calon suami untuk berfikir akan pentingnya “mencari nafkah” sebagai tanggung jawabnya. Boleh jadi, persiapan biaya untuk itu disiapkan oleh orangtua si calon suami dan itu tidak jarang. Namun, setidaknya pada masa awal akan menikah ini bagi calon suami yang menyadari, Ia akan berfikir bahwa menyiapkan dan memberikan mahar adalah tanggung jawab calon suami, urai Jamal.
Menurut Jamal, ketika dan saat melalui prosesi pernikahannya yaitu saat terpenuhinya Syarat dan Rukun Nikah, pada waktu Pengantin Laki-laki mennyatakan : “KU TERIMA NIKAHNYA … dst”, maka mulai detik itu Ia telah berubah statusnya dari yang tertulis di KTP “Belum Kawin” menjadi telah “KAWIN”, artinya sudah lepas masa jejaka-nya dan perawan-nya. Mereka sudah sah dan resmi sebagai Suami dan Isteri! Lagi-lagi, dalam kondisi ini, bagi individu yang memiliki rasa tanggungjawab akan menyadari betapa Ia telah mengikatkan diri dengan apa yang disebut “MISTSAQAN GHALIZAN” atau perjanjian yang kokoh. Di sini, kata kuncinya adalah KESETIAAN antar suami dan isteri, selamanya, jelasnya.
Tidak kalah penting, dalam perjalanan selanjutnya, yakni masa-masa “Menempuh Hidup Baru” atau bulan madu. Pada masa ini, segala keindahan dalam kehidupan awal rumah tangganya mulai terhidang. Nah, ini adalah masa di mana masing-masing individu pasangan untuk meningkatkan kesadarannya dalam hal bagaimana sebaiknya menjalin hubungan yang disebut pergaulan suami dan isteri. Islam mengarahkan agar terwujud pergaulan yang patut atau baik, bahasa Al-Qur’an-nya “MU’ASYARAH BIL MA’RUF”. Dari masa awal berbulan madu hingga selamanya, bergaulah secara baik dalam rumah tangganya. Saling memahami peran dan fungsi masing-masing anggota pasutri. Juga dalam mendidik anak-anaknya kelak dan juga jalinan hubungan pergaulan dengan keluarga besar masing-masing anggota pasutri, papar Jamal.
Kemudian, lanjut Jamal, yang juga sangat urgens dipahami dan disadari adalah MUSYAWARAH dalam segala penyelesaian masalah atau perkara rumah tangganya. Baik dalam hal merencanakan sesuatu, pemenuhan kebutuhan rumah tangga, selalu berbagi tugas serta hal-hal lainnya dalam kehidupan keluarganya. MUSYAWARAH dijadikan “MEDIA SOLUSI” yang paling utama dengan mengedepankan kearifan, keikhlasan dan ketulusan masing-masing anggota keluarga, tegasnya.
Insya Allah, dengan mengenali dan memahami dinamika perkawinan serta jurus-jurus pamungkas dalam menghadapinya, akan mendidik masing-masing anggota pasutri lebih DEWASA dan ELEGAN menjalani kehidupan perkawinannya menuju Keluarga Penuh Asmara (Assakinah Mawaddah Wa Rahmah) dengan ridha Allah SWT. Amin., harap Jamal.
Manajemen Konflik Rumah Tangga
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Amin Musthofa, nara sumber/fasilitator kedua dari ormas yang sama mengatakan, Setiap rumah tangga pasti ada dan akan muncul apa yang disebutkan dengan konflik rumah tangga. Ibarat bahtera, pasti adakalanya terombang-ambing akibat badai atau apapun, dan adakalanya tenang menghanyutkan. Konflik rumah tangga bisa saja terjadi karena misalnya dilatari perbedaan-perbedaan, baik dalam hal pandangan, pikiran dan pendapat serta dalam menyikapi permasalahan rumah tangganya. Itu harus dihadapi, dikenali dan dipahami, jelas Amin.
Lebih lanjut, Amin menguraikan tentang strategi dalam mengelola konflik yang dapat dilakukan melalui bebetapa tahap, antara lain Tahap primer, yaitu tahap pencegahan terhadap terjadinya konflik. Upaya-upaya yang dilakukan, Meningkatkatkan derajat keharmonisan suami isteri dan saling setia; berbagi dan saling mengerti tugas masing-masing; terbuka antar pasangan dan rasional; saling menghormati dan menghargai, berkomunikasi yang baik dan tidak neko-neko dalam kehidupan rumah tangganya, jelasnya.
Selanjutnya, Tahap skunder, yang menurut Amin merupakan tahap saat terjadinya konflik, upaya yang dilakukan adalah kompromi dan musyawarah, mencari alternatif penyelesaian problema rumah tangganya dengan melakukan konsultasi kepada orang yang berkompeten (ulama, pesikolog). Serta evaluasi (muhasabah), urainya.
Ditambahkannya, Tahap terakhir adalah tahap tersier, yaitu tahap pasca konflik setelah terselesaikan; upaya yang dilakukan adalah membangun kesepakatan untuk bisa lebih menjaga agar tidak terulang, tutur Amin.
Di akhir penjelasannya, Amin memberikan kesimpulan bahwasanya dinamika perkawinan dan konflik rumah tangga akan bisa dilalui dan dihadapi oleh setiap pasangan suami isteri dengan lebih dulu mengenali, memahami dan kemudian menyadari bahwa itu semua adalah sunatullah yang pasti terjadi dan terlalui. Maka, kearifan dan kebijakan dalam mengelola atau me-manaj merupakan keniscayaan, ujarnya.
Terwujudnya keluarga yang ASMARA (Assakinah mawadah wa rahmah) mesti diawali dengan kesadaran bahwa Nikah adalah Ibadah. Selanjutkan kokohkan kesadaran akan Kesalingan Berpasangan (Zawaj), Perjanjian yang Kuat (Mitsaqan Ghalizan), Bergaul secara Baik (Mu’asyarah bil ma’ruf) dan Saling Musyawarah, pungkasnya mengakhiri penjelasannya. (AM/bd)