Moderasi Agama Merupakan Sikap Kita Umat Beragama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Purwokerto (Humas) – Saat semua agama mampu mewujudkan budaya saling bergandengan, maka kita bisa terus melaju menuju Indonesia maju. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Banyumas Ibnu Asaddudin saar memberikan sambutan di kegiatan Sosialisasi Moderasi beragama-Katolik yang didadakan oleh Komisi Hak Keuskupan Purwokerto bekerjasama dengan Bimbingan Masyarakat katolik Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung di gedung pertemuan Paroki Santo Yosep Purwokerto. Rabu (20/9/2023)

Hadir juga dalam kegiatan tersebut Penyelenggara Katolik Anna Tatik H, Romo Komisi HAK Keuskupan Purwokerto, Para Romo dari 6 Paroki Kristus Raja Purwokerto, Paroki St.Yosep Purwokerto, Paroki St.Maria Imaculata Banyumas, Paroki St.Paskalis Bayllon Wangon, Paroki St.Agustinus Purbalingga dan Paroki St.Antonius Banjarnegara. Sementara dari Bimas Katolik Kanwil diwakili oleh Komisi HAK Keuskupan Purwokerto.

Penyelenggara Katolik Kantor Kemenag Banyumas Anna Tatik menjelaskan bahwa kegiatan Sosialisasi Moderasi Beragama – Katolik tahun 2023 ini dihadiri oleh 140 peserta, selain dari  kabupaten Banyumas juga dihadiri dari kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara.

Untuk tema kali ini adalah Berjalan Bersama Kristus Mewujudkan Umat Yang Dialogal. Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah mengajak umat semakin mendasar dalam menghayati imannya dengan selalu mengutamakan ketulusan Kasih seperti teladan Yesus Sang Guru untuk merawat keutuhan NKRI tercinta.

Benediktus Nugroho dari Paroki Banjarnegara dalam paparannya menjelaskan, “moderasi  agama merupakan sikap kita umat beragama kita terhadap warga negara lain yang beda keyakinan. Dasar kita menerapkan hidup beragama adalah kasih.

“Moderasi agama di keuskupan Purwokerto sudah dilaksanakan dengan baik, dan itu sudah dilaksanakan oleh tiga uskup. Sedangkan uskup yang sekarang pun melanjutkannya dengan baik pula.” Jelasnya.

Sementara itu Ibnu Asaddudin  saat  memberikan sambutannya menyampaikan, hubungan manusia dengan Kitab Suci melahirkan di antaranya adalah hermeneutika ilmu tentang menafsirkan ayat-ayar Tuhan sebagai manusia yang penuh keterbatasan dan segala kelemahan, tentu akan mempengaruhi keobyektifan penafsiran.

“Dalam kosa kata Arab dikenal dengan wahdat al-adyan, yang secara makna semua agama tujuan utamanya adalah mengabdi kepada Tuhan yang sama. Hal yang menjadi pembeda hanya terletak pada kulitnya. Pada hakikatnya pula, agama bersumber dari Yang Satu, yakni apa yang disebut Tuhan, atau dalam redaksi lain Allah atau Gusti atau Pengeran atau Yang Kuasa atau Sang Hyang Widhi. Maka nantinya akan mendidik manusia beragama untuk tidak saling menghakimi agama lain, karena demikian tidak dibenarkan dalam agama, bahkan yang dianjurkan adalah manusia konsisten dan patuh terhadap agamanya masing-masing,” terangnya.

“Hal ini mendidik seorang beragama pada sikap keterbukaan, humanis, dan pluralis di tengah masyarakat majemuk. Sesuai konsep pluralisme agama pemikir Islam dari India Bernama Abul Kalam Azad, menyatakan, al-din Wahid wa al-syari’at mukhtalifat, No difference in din difference only in Sharia, agama tetap satu dan syariat berbeda-beda.  Sang Dzat Maha Agung sebagai penggerak atas apa yang dikehendaki begitu penting. Saat semua agama mampu mewujudkan budaya saling bergandengan, maka kita bisa terus melaju menuju Indonesia maju,” pungkasnya. (crs/yud/rk)