Purbalingga – Setiap penyuluh dituntut komunikatif, bersikap bijaksana dan menghindari timbulnya fitnah. Ketika masyarakat membutuhkan konsultasi, meminta pendapat atau nasehat maka berikan solusi yang terbaik. Untuk mewujudkan hal tersebut selama 3 hari, 13-15 Juni 2017, Seksi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purbalingga menyelenggarakan kegiatan Pembinaan kepada 160 orang Penyuluh Agama Islam Non PNS masa bakti 2017-2019 yang bertugas pada 20 Kantor Urusan Agama di Kabupaten Purbalingga.
Pada kesempatan penyampaian materi pada hari yang ke-3, Kamis (15/06) di Aula Uswatun Khasanah, Plt. Kepala Kankemenag Purbalingga, Ahmad Muhdzir menyampaikan tentang kebijakan Kankemenag Purbalingga.
“Penyuluh Agama Islam Non PNS adalah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat, ditetapkan dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang secara penuh untuk melakukan kegiatan bimbingan, penyuluhan melalui bahasa agama dan pembangunan pada masyarakat melalui surat keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten / Kota,“ Jelas Muhdzir.
“Penyuluh adalah penyambung lidah kebijakan pemerintah dengan bahasa agama. Maka seorang penyuluh harus netral, tidak boleh menjadi anggota dan pengurus partai politik apalagi menjadi anggota ormas terlarang. Penyuluh harus menjadi penyampai yang rahmatan lil’alamin,” tambahnya.
Muhdzir berharap agar setiap penyuluh melakukan koreksi diri dan memperdalam ilmu keagamaan, termasuk ilmu bahasa sebagai alat komunikasi. Selain itu, dia juga mengingatkan agar penyuluh selalu menjaga diri, menjaga sikap dan perbuatan mereka, terutama dalam membuat statement di media sosial. Jika ada penyuluh yang terindikasi pelanggaran seperti anti NKRI dan anti Pancasila maka Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purbalingga akan melakukan evaluasi secepatnya kepada yang bersangkutan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Seksi Bimas Islam, Makhfuri menekankan agar para penyuluh menguasai Tugas Pokok Penyuluh, serta mengevaluasi diri khususnya dalam menerapkan adab atau etika ketika melaksanakan tugasnya. “Naik mimbar tanpa persiapan, turun mimbar tanpa penghormatan,” tandas Makhfuri.
“Jangan memancing-mancing khilafiyah. Karena fikih merupakan pemahaman hokum atau syariat Islam yang merupakan pendapat para ulama mujtahid. Karena merupakan hasil ijtihad maka tentu ada perbedaan. Pahami tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain,“ tambahnya.
Dijelaskan, terkait dengan jumlah penyuluh Non PNS yang hanya 8 orang setiap kecamatan, sedangkan jumlah desa di kecamatan lebih banyak maka harus disikapi dengan cerdas dan cermat, melalui koordinasi yang intens dengan Kepala KUA setempat serta pembuatan program tahunan sehingga penyuluh dapat membina seluruh desa yang ada di kecamatan dalam masa kontrak yang hanya 3 tahun. (sar-sf/gt)