Waspadai Gerakan Radikalisme Di Sekolah

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

BLORA – Gerakan radikalisme saat ini telah merambah ke berbagai sektor kehidupan di Indonesia terutama dalam kelompok yang paling strategis, yakni sekolah, dimana pada usianya yang  labil siswa sangat mudah dipengaruhi, apalagi sedang mempunyai semangat tinggi mencari jati diri dan eksistensi, sehingga  siswa wajib mempelajari dan mewaspadai bahaya paham radikalisme tersebut.

Untuk itu seksi Kankemenag Blora  berupaya untuk memberikan pemahaman kepada siswa bagaimana menjalankan ajaran agama Islam yang Rahmatan Lil Alamin, menyejukkan umat melalui seminar.

“kaami berharap  siswa siswi baik Osis dan Rohis se-Kabupaten Blora memiliki pemahaman dan membentengi dari paham radikalisme,  memahami jaringan dan sistem rekrutmennya, serta memahami bagaimana pandangan Islam terhadap gerakan radikalisme”ungkap Kasi PAIS,  Imron Rosyidi,M.PdI dalam acara penguatan wawasan Islam Rahmatan lil alamin bagi pelajar kemaren (27/4) di Gedung Djoglo Blora.

Dalam acara yang dihadiri sekitar 50 pengurus OSIS dan rohis Se-Kabupaten Blora, kepala Kankemenag Blora, Nuril Anwar juga mengharapkan siswa bisa menerapkan ajaran Islam yang Rahmatan lil alamin, yakni mensejahterakan umat manusia secara universal dan bukan membinasakan secara radikal.

“Islam itu cinta damai dan toleran bukan suka memaksakan kehendak dan kekerasan karena Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan keberkahan bagi semesta dan manusia”paparnya.

Nuril menjelaskan bahwadalam masyarakat yang prural dan beragam baik budaya, agama dan keyakinan maka  ajaran Islam sangat menghargai perbedaan dan mengajarkan kasih sayang sehingga sesuai dalam surat Al kafirun berpedoman bahwa “bagimu agamamu” dan “bagiku agamaku”  sehingga tidak dibenarkan kita  menciptakan konflik atas nama agama secara berkepanjangan.

Untuk itu, Nuril mengajak generasi muda membentengi aqidah dan mewaspadai setiap ajakan kepada ideologi, paham serta ajaran yang menyimpang dari Syariat Islam dan kemanusiaan apalagi Islam bukan agama teroris.

“Tujuan Islam adalah untuk menebarkan kebaikan dan membentuk manusia yang sholeh pribadi dan soleh sosial sehingga Islam tidak membenarkan adanya kekerasan dalam agama apalagi mendukung terorisme karena Islam agama yang penuh toleransi”paparnya.

“pelajar menjadi sasaran sosialisasi kita mengenai bahaya radikalisme karena dari hasil penelitian gerakan dan jaringan radikal cukup lama menyusup kesekolah-sekolah umum yang masih setengah-tengah pemahamannya terhadap ilmu Agama,” ujarnya.

Untuk itu Kemenag berupaya bersinergi dengan pihak sekolah, maupun masyarakat dan aparat supaya bisa menangkal makin merebaknya paham radikalisme tersebut di sekolah terutama di Blora.

Hal senada diungkapkan Kasat Binmas Polres Blora, AKP Khumaedi,SH, M.PdI yang menyampaikan bahwa paham radikalisme merupakan bahaya laten yang merongrong keutuhan bangsa dan NKRI sehingga harus diwaspadai oleh semua pihak terutama siswa di sekolah.

Untuk itu, hendaknya siswa bisa belajar dan memahami ajaran agama yang baik dan penuh kasih sayang ataupun mewaspadai paham yang selalu mengajak berbuat radikal, menentang pancasila dan memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

Kumaedi menyampaikan bahwa siswa harus memahami bahwa radikalisme ada dua aspek yakni radikalisme statis, yakni pemikiran radikal yang lebih bersifat gagasan, tidak dalam bentuk aksi nyata kekerasan, dan radikalisme destruktif yakni paham radikal yang merusak  dan menggunakan metode kekerasan dalam mewujudkan cita citanya.

Dia menjelaskan, ide-ide radikalisme juga supaham dah ditanamkan pada anak-anak sekolah. Menurutnya, ada kelompok  yang melarang siswa memberikan hormat ke bendera Merah Putih karena dianggap musyrik. Selain  penghormatan kepada bendera, mereka juga melarang siswa menyanyikan Padamu Negeri.

“Minimnya kesadaran banyak pihak tentang kiprah kelompok radikal ini serta betapa bahayanya paham yang berkembang telah menyebabkan generasi baru radikal yang bahkan lebih terpelajar, ” ungkapnya.

Kumaedi menambahkan kelompok radikal ingin mendirikan negara Islam namun menganggap negara dan pemerintahannya tidak ada sehingga tidak harus diikuti. Karena itulah, kalangan radikal berusaha untuk mengganti simbol dan ideologi negara dengan membolehkan kekerasaan untuk melakukannya.

“Kalangan teroris adalah bagian yang paling menonjol dari kelompok radikal ini serta sangat ekspresif dalam melaksanakan ideologi mereka, ” tandasnya.

Untuk itu, strategi pencegahan radikalisme harus banyak pihak baik guru, kepala sekolah, tokoh agama, orang tua, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, LSM, media dan lainnya.

Untuk itu, diperlukan upaya penangguangan radikalisme di sekolah umum melalui penanaman tujuh semangat dan berlandaskan empat pilar yakni pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Adapun tujuh semangat yang perlu dimiliki siswa antara lain semangat beribadah sesuai agama dan keyakinan masing masing, semangat berbangsa, semangat persatuan dan kesatuan, semangat menerima perbedaan, semangat kemanusiaan, semangat menjadi generasi penerus dan membentengi diri dari paham radikal dan semangat berprestasi.

‘’Jangan ragu untuk melaporkan kepada pihak kepolisian apabila terdapat gejala kelompok radikal yang meresahkan masyarakat dan yang merambah ke pelajar karena Polres siap bersinergi memberantas dan memberikan pencerahan dan suasana kondusif di masyarakat,’’ pesannya serius.

Adapun Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Blora, Muharror Ali mengatakan bahwa dalam Islam sudah terdapat paham yangberagam sejak jaman Sayyidina Ali dan berkembang menjadi berbagai macam aliran dan bahkan lebih radikal karena mereka menyerang siapa pun yang menentang rencana pembentukan Negara Islam seperti ISIS.

“ISIS memiliki pasukan perang yang siap menyerang siapa pun yang menentang rencana berdirinya Negara Islam termasuk Umat Islam sendiri” Terang Muharror.

Adapun paham radikal yang saat ini masuk ke Indonesia antara lain wahabi, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir yang hadir secara terbuka dan sembunyi sembunyi yang bisa melakukan kekerasan dalam tiga aspek yakni aspek doktrinal yakni pemahaman literal tertutup atas teks keagamaan sepihak, kekerasan tradisi dan budaya dengan mengkafirkan,memurtadkan orang dan lainnya, dan keekrasan ideologis yang menyebabkan ketakutan, instabilitas dan kegelisahan sosial.

Menurut Muharror, gerakan radikali bisa dicegah dengan memaksimalkan peran ulama untuk mendakwahkan nilai-nilai luhur Ajaran Islam sebagai agama yang Rahmatan lil Alamin.

“Mereka tidak boleh terjebak pada pemaknaan teks agama. Semisal Jihad yang lalu diidentikan dengan kekerasan,” terangnya.

Selain peran ulama, lanjutnya, garda terdepan dalam mencegah remaja jatuh dalam gerakan radikal adalah peran keluarga, karena peran keluarga seakan terlupakan dan anak dibiarkan bergaul tanpa bimbingan dan pengawasan, karena orang tua seakan menyerahkan pendidikan dan pengawasan anak kepada pihak sekolah.

Menurut Muharror, Islam sangat menghargai perdamaian dan menolak cara kekerasan serta mengajarkan toleransi antarsesama. Hal itu seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam perjanjian Piagam Madinah

Menurutnya, sekolah menjadi sasaran paham radikalisme karena pelajar cenderung labil dan mudah terpengaruh lingkungan. ‘’Maka perlu berhati hati dengan kelompok Islam yang radikal,’’terangnya. Dia meminta agar pelajar untuk mewaspadai semua ajaran agama yang merusak keharmonisan hubungan dengan masyarakat dan meningkatkan jiwa nasionalisme serta tidak terprovokasi dengan ajaran radikal.

Kegiatan sekolah khususnya keagamaan menjadi pintu masuk bagi gerakan radikalisme, sehingga siswa harus pandai dan jeli melihatnya serta membiasakan kegiatan sarasehan dengan melibatkan pakar agama yang benar pandangan islamnya yang ahli dalam bidangnya untuk mengarahkan siswa sekolah. (ima/bd)