Berbahagia Tanpa Hutang

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Setelah mengetahui kebahagiaan bebas dari hutang,

seseorang harus mengingat kebahagiaan memiliki.

Menikmati kebahagiaan kenikmatan,

seorang manusia melihat segala sesuatu dengan jelas melalui kebijaksanaan (AN 4.62)

Di masa pandemi sekarang ini, kita dituntut untuk memiliki kreativitas dalam memenuhi kebutuhan. Baik kebutuhan primer maupun sekunder. Banyak pihak yang memanfaatkan kesempatan sulitnya ekonomi di masyarakat. Salah satunya adalah Lembaga-lembaga kredit baik legal maupun illegal. Mereka menawarkan iming-iming mudahnya fasilitas kredit dengan proses cepat serta bunga ringan. Tetapi justru banyak yang menjadi korban dari hal ini, seperti cerita seorang nasabah pinjaman online (pinjol), sebut saja bernama W (38 tahun), seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Desa Selomarto, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, yang mengakhiri hidupnya yang terlilit pinjol (https://www.republika.co.id/berita/r1z1gu484/agar-tak-ada-lagi-warga-jadi-korban-pinjol-ilegal).

Atau kisah SU, seorang pengajar sebuah Taman Kanak Kanak (TK) di Kota Malang. SU sedang menempuh pendidikan Strata-1 yang menjadi syarat profesinya sebagai seorang guru. Ia butuh Rp 2,5 Juta untuk melunasi biaya kali terakhir kuliahnya. Ibu satu anak itu pun ke sana sini mencari pinjaman, baik ke saudara maupun teman terdekat. Namun tidak juga mendapatkan, karena memang situasi saat itu sedang sulit akibat pandemi Covid-19. Dan atas saran seorang teman, maka SU mencoba menggunakan aplikasi pinjol. Meskipun perjanjian pelunasan selama tujuh hari, tetapi nyatanya, pada hari kelima, pihak pinjol sudah menagih dan cenderung meneror. Maka untuk melunasi, SU harus melakukan pinjaman lagi melalui aplikasi lain, sehingga total pinjaman menjadi lebih dari 40 juta rupiah (https://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-korban-pinjol-terjerat-tagihan-rp40-juta-dan-diteror-hingga-ingin-bunuh-diri.html).

Hal-hal seperti inilah yang sekiranya dapat dihindari oleh para perumahtangga, sehingga tidak terjerumus dengan pinjaman yang memberatkan. Hidup sederhana, tidak ngoyo, memanfaatkan apa yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan, tidak mengumbar keinginan, dan selalu bersyukur adalah beberapa hal yang sekiranya mampu menghindarkan diri dari pinjaman atau hutang yang merugikan. Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan manusia semakin hari memang semakin mencekik, tetapi kita bisa meminimalkan kebutuhan itu sesuai dengan kemampuan kita.

Di dalam agama Buddha (AN 4.62: Ānañña Sutta), salah satu kebahagiaan duniawi adalah dengan tidak memiliki hutang (ānaññasukkha). Seperti dikutip dari terjemahan Bhikkhu Bodhi, melalui https://dhammacitta.org/teks/an/an4/an4.62-id-bodhi.html, dikatakan oleh sang Buddha:

“Apakah kebahagiaan karena bebas hutang itu? Di sini, Perumah Tangga, seorang perumah tangga dari keluarga yang baik tidak terlibat hutang piutang, besar maupun kecil, pada siapa pun. Saat berpikir: ‘Aku tidak berhutang, besar maupun kecil, pada siapa pun,’ muncullah kebahagiaan dalam dirinya, muncullah kepuasan dalam dirinya. Inilah yang disebut kebahagiaan karena bebas hutang.”

Kebahagiaan yang lain adalah kebahagiaan karena memiliki (atthisukha), dalam hal ini adalah, seseorang merasa berbahagia dengan kekayaan yang dimilikinya, karena diperolehnya dengan penuh semangat melalui usahanya sendiri, dan dengan cara yang benar.

Kebahagiaan ketiga adalah, kebahagiaan karena dapat memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya (bhogasukha). Setelah berbahagia karena memiliki kekayaan yang benar, maka seseorang dapat memanfaatkan kekayaannya itu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, maupun keluarganya. Menyokong ayah dan ibu, juga merupakan hal yang harus diutamakan bagi seorang anak. Di samping itu, penting sekali bagi seseorang untuk dapat memanfaatkan kekayaannya dalam mendukung perbuatan baiknya. Karena perbuatan baik adalah salah satu cara untuk dapat mempertahankan kekayaan seseorang, sehingga kebahagiaannya akan semakin bertambah.

Kebahagiaan yang keempat adalah kebahagiaan tanpa cela (anavajjasukha). Kebahagiaan ini diperoleh dengan selalu menjaga setiap pikiran, ucapan, maupun perbuatan badan jasmani dengan sifat yang tepuji. Selalu berkata lembut, dan tidak menyakiti makhluk lain. Kebahagiaan akan muncul dalam dirinya, karena tidak satupun manusia yang akan mencelanya. (jum/bd).