Blora –Keutuhan dan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara kian menghadapi tantangan yang berat, dimana persoalan politik dan sosial dewasa ini, bermain peran begitu hebat dalam menentukan wajah negara bangsa yang menganut berbeda-beda tapi tetap satu pada masa depan.
Untuk itu, sangat penting sekali merawat Kerukuna Antar Umat Beragama di daerah melalui peran generasi Muda karena peran sentral pembangunan bangsa ada di tangan pemuda.
Demikian disampaikan Sekretaris FKUB Blora, Drs.H. Dwiyanto,M.Ag dalam acara Pembinaan Generasi Muda Lintas Agama yang digelar oleh Forum Kerkunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Blora kemaren (29/11) di Rm D’Joglo.
Acara tersebut diikuti oleh generasi muda dan aktivis lintas agama seperti Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Fatayat, pemuda katolik, Pemuda Kristen, pemuda Budha, Konghuchu serta segenap Pengurus FKUB Blora.
Ketua FKUB Blora, KH Ishad Shofawi menyampaikan bahwa definisi kesatuan (unity) bukan keseragaman (unifomity), sehingga Ini yang menyebabkan pada Proklamasi 1945 ditambah dan dipertegas dengan kalimat ”Bhineka Tunggal Ika” sebagai semboyan hidup berbangsa.
Artinya,menurut Ishad bangsa Indonesia memang satu, namun beraneka ragam agama dan budaya. Ibarat sebuah taman, rakyat dituntut untuk menjaga, menyiram, dan mengembangkannya sehingga rumah Indonesia menjadi semakin indah dan nyaman dihuni oleh semuanya.
Kebhinnekaan menurut Ishad sebagai anugerah Tuhan sebagai fondasi berdirinya dan penguatan NKRI, sehingga hendaknya masyarakat jangan mudah terprovokasi maupun mengumbar kebencian satu sama lain dan selalu mensyukuri adanya perbedaan tersebut.
“Negara harus memperkuat pemahaman kehidupan kita beragam, bukan seragam, dan perlu sekali membangun kebinekaan bukan hal yang mekanistis teknis, melainkan suatu hal yang dinamis, dimana kelompok dan komponen bangsa harus tetap bersatu padu dalam ketunggal-ikaan sebagai satu masyarakat, bangsa dan negara Indonesia”paparnya.
“Kalau tidak, bangsa yang telah dibangun dengan susah payah ini akan hancur, dan Dinamika ini harus merupakan penghayatan semua kelompok/komponen bangsa Indonesia yang satu, hidup dan lestari”imbuhnya.
Menurutnya, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan ajaran agama serta kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, dimana kerukunan ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional, dan integrasi ini menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan nasional.
Untuk itu, FKUB sebagai mitra Pemerintah mempunyai peran untuk merajut dan merawat Perbedaan “Kebhinnikaan” dan mengharapkan jangan ada sentimen agama.
Adapun untuk merawat kerukunan perlu dilandasi dengan sikap Toleransi, saling pengertian, saling menghargai, saling menghormati, saling kerjasama dalam berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sementara itu, hal senada diungkapkan Plt kepala kankemenag Blora, HM Fatah,S.Ag,M.Ed yang menyampaikan bahwa Konflik antar-umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama, tetapi oleh faktor politik, ekonomi atau lainnya yang kemudian dikaitkan dengan agama.
Sedangkan yang terkait dengan persoalan agama, di samping karena munculnya sikap keagamaan secara radikal dan intoleran pada sebagian kecil kelompok agama, juga dipicu oleh persoalan tentang pendirian rumah ibadah dan penyiaran agama serta tuduhan penodaan agama. Persoalan pendirian rumah ibadah merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi terjadinya perselisihan atau sikap intoleransi.
Untuk itu, menurutnya Kementerian Agama serius dalam merawat, menjaga, dan memelihara kerukunan di Indonesia, baik intern maupun antarumat beragama dan setidaknya ada empat hal yang dilakukan Kementerian Agama dalam menjaga kerukunan Indonesia. Pertama, mengedepankan dialog, karena agama adalah persoalan rasa, dimana sebagai wadah dialog, Kementerian Agama bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten dan berbagai majelis agama, maupun Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Hal kedua yang dilakukan Kemenag adalah sosialisasi regulasi,serta melakukan pengembangan kemitraan, penelitian, dan pendampingan, termasuk saat terjadi masalah pada pemeluk keyakinan di luar enam agama yang resmi diakui negara.
“Kita harus selalu waspada dengan potensi yang dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama kita. Ini tidak menjadi tanggung jawab Kemenag, negara maupun para pemuka agama saja, namun juga menjadi kewajiban kita semua terutama generasi muda,” tegas Fatah.
Untuk itu, menurutnya penguatan kerukunan dan toleransi itu perlu terus-menerus dilakukan, teterutama melalui sosialisasi pemahaman keagamaan yang moderat dan menekankan pentingnya toleransi dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Juga, perlu dilakukan upaya-upaya penguatan wawasan kebangsaan dan integrasi nasional, yang meliputi sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan. Dan tak kalah pentingnya adalah penguatan kesadaran dan penegakan hukum, baik bagi aparatur negara, tokoh politik maupun tokoh agama.
Di samping upaya-upaya tersebut, perlu dilakukan pula upaya-upaya pencegahan konflik (conflict prevention) melalui peningkatan dialog antarumat beragama dengan melibatkan tokoh agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dengan para pemuda, maupun antisipasi dini terhadap potensi konflik atau ketegangan itu, sehingga potensi itu tidak berkembang menjadi konflik nyata dan kekerasan. (ima/bd)