Gus Baha Kisahkan Sikap Teladan ‘Memaafkan’ Nabi dan Ulama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang – Hidup berdampingan dengan keberagaman adalah situasi yang sudah ada sejak dahulu. Untuk bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat yang beragam ini, harus ada sikap saling memaafkan.

Hal itu ditandaskan KH Bahaudin Nur Salim dalam tausiyah acara Halal bi Halal Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama RI yang diadakan secara virtual pada Senin (7/6/2021). Kyai yang akrab disapa Gus Baha ini menyampaikan tausiyahnya dari aula Ponpes Lembaga Pembinaan, Pendidikan dan Pengamalan ilmu Al-Qur'an (LP3iA), Desa Narukan, Kecamatan  Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Menurut Gus Baha, banyak cerita ulama terdahulu yang menunjukkan kebaikan mereka dalam hidup bersosialisasi di tengah keberagaman. Nabi Ibrahim sempat ditegur oleh Allah memberi makan orang Majusi yang sedang kelaparan dengan satu syarat yaitu mau beriman kepada Allah. Namun orang Majusi tersebut keberatan. Hal ini menjadikan Nabi Ibrahim urung memberikan makanan. Lantas Allah menegurnya. “Nabi Ibrahim ditegur oleh Allah karena Allah saja memberi makan orang Majusi itu selama puluhan tahun padahal dia tidak beriman. Lantas Nabi Ibrahim memanggil orang Majusi tersebut untuk diberi makan,” Gus Baha mengisahkan.

Diceritakan pula oleh Gus Baha, Nabi Muhammad Saw memaafkan Da’sur, seorang yang sangat benci kepada Nabi dan hampir membunuhnya. Namun Nabi memaafkannya dan menyuruhkan pergi, hingga akhirya Da’sur masuk Islam.

Sikap pemaaf Nabi Muhammad itu juga diberikan kepada orang kafir quraisy yang sudah masuk Islam. Bahkan mereka sempat takut karena sebelumnya sangat memusuhi Nabi. “Orang Quraisy ini berkata bahwa Saya saksikan engkau sebagai orang yang tidak berperilaku bengis. Engkau adalah Saudara yang terhormat. Lantas Nabi memaafkan mereka sebagaimana Nabi Yusuf memaafkan saudara-saudaranya yang telah berusaha membunuhnya,” sambung Gus Baha.

Kisah lain yang patut dijadikan teladan adalah sikap memberi Nabi Muhammad Saw tanpa pamrih. “Suatu saat Nabi pernah diprotes oleh sahabatnya mengapa Nabi bersedekah kepada sahabat yang tidak biasa bersedekah? Menurut mereka ini tidak adil. Inilah cara berpikr Nabi bahwa seseorang yang bersedekah namun mengharapkan imbalan itu tidak bermental memberi. Padahal mental memberi itu seperti pengorbanan pahlawan negara yang berjuang tanpa pamrih untuk kemerdekaan negara,” ujar Gus Baha.

Gus Baha mengatakan, begitu banyaknya keteladanan Nabi dan Ulama terdahulu harus menjadi ibrah bagi kita untuk saling memaafkan antar teman, tetangga dan antar warga Indonesia.

Acara ini diikuti oleh semua perwakilan DWP seluruh Indonesia. Turut memberikan sambutan, Penasihat DWP Kemenag RI, Ibu Eny Retno Yaqut dan  Ketua DWP Kemenag RI, Farikhah Nizar Ali. — iq