Cerita Pilu Mustahiq di Masa Pandemi

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang – Pandemi Covid19 menyisakan sejuta kisah. Ketidakpastian ekonomi membuat banyak masyarakat, utamanya yang kurang mampu dan fakir miskin sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Jangankan membayar angsuran, untuk memenuhi makan keluarga saja mungkin mereka kekurangan. Setidaknya itulah yang dialami oleh sebagian warga Kabupaten Rembang.

Prihatin akan fenomena ini, UPZ Kankemenag Kabupaten Rembang bekerjasama dengan Dharma Wanita Persatuan Kemenag Rembang dan pihak ketiga mengadakan program pendistribusian zakat kepada 716 warga terdampak pandemi. Adapun mustahiq yang diprioritaskan adalah fakir miskin dan takmir masjid, juga masyarakat yang tengah menjalani isolasi mandiri. Masing-masing mustahiq menerima paket sembako senilai Rp150ribu. Sehingga total pendistribusian ini mencapai sekitar Rp 107 juta.

Karena masih pandemi, bantuan diserahkan langsung kepada mustahiq. Pendistribusian ini dilaksanakan melalui jajaran KUA dan para Penyuluh Agama Islam Fungsional dan non PNS di 15 KUA Kecamatan se-kabupaten Rembang.

Dalam pendistribusian zakat ini, terkuak beberapa kisah haru dari mustahiq terdampak pandemi. Adalah Choiriyatul Ichwani, salah satu warga Desa Mondoteko Rt 6/5, Kecamatan Rembang. Ibu yang berusia 62 tahun ini mengaku, sejak pandemi, pendapatannya tak menentu. Maklum, pekerjaannya hanya sebagai pedagang keliling jajanan anak-anak. Karena sekolah libur, pendapatannya pun menurun drastis. Sekalipun ia telah seharian berkeliling desa menawarkan dagangannnya.

Choriyatul yang ditinggal pergi oleh suaminya sejak 20 tahun silam ini bahkan tidak punya rumah dan masih numpang di rumah saudaranya. Sementara ia masih harus menanggung hidup 1 anaknya.

Oleh karena itu, Choiriyatul tak dapat membendung tangis harunya ketika menerima bantuan dari UPZ Kemenag Rembang. Ia menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Agama Kabupaten Rembang yang peduli dengan masyarakat yang terdampak covid-19.

“Saya sangat berterima kasih kepada Kementerian Agama Kabuten Rembang yang peduli kepada kami warga Rembang yang terkena imbas pandemi covid19 ini,” ujarnya ketika menerima zakat yang diserahkan oleh Penyuluh Agama Islam Kecamatan Rembang, Abdul Ghofur.

Kepada kedua mustahiq ini, Ghofur juga menyampaikan sosialisasi 5 M + 1 D. “Panjenengan tetap laksanakan 5 M nggeh, tambah satu lagi yaitu doa biar pandemi di Indonesia berlalu,” ungkapnya ditemani oleh Penyuluh non PNS lainnya, Mudrik Bahraini.

 Kisah haru lainnya terungkap dari Ibu Sri Wahyuni. Seorang Janda Lansia yang hidup sebatang kara di gubug kecil, di tengah-tengah desa Dresi Kulon, Kecamatan Kaliori. Ketika didatangi oleh Kepala KUA Kecamatan Kaliori, Ali Akhyar, lansia kelahiran Desember 1946 ini mengaku telah lama ditinggal wafat keempat anaknya.

Sri Wahyuni adalah warga asli Desa Dresi Kulon. Lantas sempat ikut dengan anaknya di Kota Kudus. Namun putranya tersebut meninggal dunia.

Kulo sedih yen kemutan anak-anak kulo sampun mati sedanten. (Saya merasa sedih ketika ingat anak-anak saya yang sudah meninggal semua),” seketika tangis Sri pecah. Dadanya sesak ketika mengungkapkan hal itu kepada Ali Akhyar.

Selama pandemi ini, Sri sudah tidak punya kekuatan untuk bekerja ini mengaku mendapat uluran tangan dari para tetangga dan pihak desa untuk makan sehari-hari. “Rumahnya pun merupakan bantuan dari warga setempat,” kata Ali Akhyar.

Tentunya masih banyak lagi cerita pilu dari mustahiq sasaran UPZ Kemenag Rembang ini.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rembang, H. M. Fatah mengatakan, pembagian sembako merupakan kepedulian dari Kemenag Rembang untuk meringankan beban warga yang mengalami kesulitan akibat pandemi. Terutama sejak diberlakukan PPKM baik Darurat maupun PPKM level 4.

Fatah menegaskan, selama ini pihak Kemenag melalui penyuluh agama turut berperan aktif dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi ini yaitu  gerakan 5M + 1D yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas serta doa. (Abdul Ghofur/Shofatus Shodiqoh)