Kiprah Ponpes As-sa’adah Budidayakan Kacang Sacha Inchi dan Porang

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Menteri Agama RI, H. Yaqut Cholil Qoumas menggencarkan program Kemandirian Pesantren. Di beberapa kesempatan, program ini sudah dikemukakan oleh Gusmen agar pesantren bisa berdikari . Sejumlah pesantren di Rembang ternyata telah mempunyai jiwa kemadirian ini. Di antaranya adalah Ponpes As-Sa’adah yang teletak di Desa Samaran, Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang. Ponpes ini melihat peluang budidaya kacang Sacha Inchi dan Porang sebagai tanaman yang sangat prospektif untuk kemandirian dan pengembangan pesantren. Seperti apa pengembangan budidaya tanaman ini? Berikut laporannya.

SEKITAR 500  pohon kacang Sacha Inchi membentang pada lahan sawah seluas ¼ ha. Pohon kacang Sacha inchi ini tumbuh dengan subur walaupun ditanam di atas sawah tadah hujan.

Tepatnya di Desa Samaran, Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang. Dan direncanakan di bulan Desember akan ditanam  kacang Sacha Inchi dan Porang di atas lahan seluas 2,5 Ha.  

Pemandangan ini sontak membuat terpukau Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Musta’in Ahmad sewaktu mengadakan kunjungan di Ponpes As Sa’adah, pekan lalu. Kunjungan  Kakanwil  ini didampingi oleh Kakankemenag Kabupaten Rembang, M. Fatah dan Plt Kasubag Humas dan Umum Kanwil Kemenag Jateng, Nurzaini.

Kakanwil menyebutkan, budidaya tanaman pertanian yang berupa kacang Sacha Inchi dan Porang  sangatlah langka. Pasalnya, kacang Sacha Inchi adalah tumbuhan yang berasal dari Hutan Amazon yang jarang dibudidayakan oleh masyarakat. Kakanwil juga memuji bagaimana kacang Sacha ini bisa tumbuh subur di tengah musim kemarau seperti ini.

Lantas siapakah sosok yang membudidayakan tanaman kacang ini? Adalah Gus  Ulinnuha Tamam beserta istri Hidayatun Ni’mah yang membudidayakan kacang sacha inchi ini. Pasangan ini merupakan pengasuh Ponpes As Sa’adah Desa Samaran, Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang.

Gus Ulin memulai budidaya ini sejak sekitar 4 bulan yang lalu. Pasa santri dibekali skill  untuk mengelola pertanian kacang sacha inchi dan porang secara organik. Tujuannya adalah untuk membangun kemandirian pesantren, sehingga pesantren bisa memiliki penghasilan sendiri. “Selain itu juga untuk melatih jiwa usaha para santri. Sehingga ketika mereka lulus pesantren, mereka mempunyai bekal ilmu dan pengetahuan seta life skill untuk berwirausaha,” kata Gus Ulin di sela kunjungan Kakanwil.

Kacang sacha ini  ternyata memiliki keistimewaan. Harganya yang cukup bersaing di pasaran. Dilansir dari kompas.com, 1 kilogram biji atau kacang Inca dibanderol Rp20.000-Rp80.000. Sedangkan untuk bibit siap tanam di kisaran Rp 20.000-Rp 50.000 per pohon. untuk kacang Inci yang telah diolah menjadi minyak, nilai jualnya jauh lebih fantastis, di kisaran Rp1 juta per liter.  Bahkan, untuk minyak sacha inchi kualitas super harga per liternya bisa mencapai Rp 6 juta.

Tingginya harga kacang jenis ini lantaran manfaatnya yang cukup banyak. Kacang ini disebut mengandung Omega tinggi mengalahkan ikan salmon. Tak ayal, kacang ini banyak dimanfaatkan untuk obat, kosmetik, hingga olahan makanan.

Selain kacang sacha, Gus Ulin beserta istri juga membudidayakan porang. Tanaman ini juga jarang dilirik oleh masyarakat Rembang. Mungkin karena tanaman anggota family Aracacea yang secara umum dikenal dengan nama bunga bangkai ini memiliki bau yang tidak sedap.

“Padahal, porang memiliki banyak manfaat. Yaitu terutama umbinya, digunakan untuk bahan baku pembuatan tepung konjak atau tepung glucomannan. Tepung ini yang kemudian dipakai sebagai bahan utama olahan shirataki, mi bening yang banyak dikonsumsi di Asia Pasifik. Manfaat porang juga biasanya diolah menjadi bahan baku produk kosmetik, pengental, lem. Manfaat porang banyak digunakan untuk bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, juga untuk pembuatan lem dan jelly yang beberapa tahun terakhir kerap diekspor ke luar negeri, seperti Jepang dan China,” papar Nikmah yang lulusan sarjana Pertanian ini.

Harga pasarannya pun cukup tinggi. Nikmah menyebutkan, harga porang produksi per kg berkisar  Rp 9000. Sedangkan untuk bibit porang umbi seharga RP 50.000/kg. “Ada pula porang katak seharga Rp. 250.000/kg dan  biji bunganya seharga  Rp 600ribu/kg,” terang Nikmah.

Pupuk Organik

Melihat potensi kedua tanaman yang memiliki pasar hingga internasional ini, Ponpes As-Sa’adah telah memiliki sekitar 10.000 tanaman kacang sacha inchi dan porang. Jumlah tersebut akan bertambah dengan rencana perluasan lahan yang saat ini masih ditanami cabai dan lainnya. 

Gus Ulin beserta istri mengungkapkan rahasia bertani kacang sacha inchi di musim kemarau ini bisa tumbuh subur. Bagi sebagian besar tanaman pertanian, mungkin banyak yang tidak berhasil karena sawahnya adalah tadah hujan. Namun sang istri, Nikmah berinistif untuk menggunakan treatment lain dan pupuk organik. Kendati proses pengolahan pupuk ini agak ribet, namun pupuk organik sangat bagus untuk pertumbuhan tanaman.

Pupuk organik ini  bisa diperoleh dengan harga murah, dengan memamfaatkan limbah sampah dapur pondok pesantren, kemudian diolah menjadi Pupuk Organik Cair (POC). Selain itu, ponpes ini memanfaatkan pula kotoran hewan yang diolah menjadi Pupuk Organic Padat (POP). “Kami mengedukasi kepada para santri dan masyarakat tentang keunggulan dan manfaat pupuk organik. Yakni mencegah terjadinya erosi lapisan tanah atas dan berperan penting  merawat/ peningkatan kesuburan tanah. Selain itu juga lebih ramah lingkungan, ” ujar Nikmah.

Tak hanya memikirkan tentang kemandirian pesantren. Gus  Ulin beserta istri juga berniat untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya membuat apotek hidup. Ulin berencana menyelenggarakan wakaf satu juta tanaman sacha inchi dan Porang kepada wali santri dan masyarakat sekitar.

“Nantinya, kami dengan bantuan santri akan menanam bibit kacang sacha inchi dan porang dari rumah ke rumah wali santri dan warga masyarakat. Kemudian masyarakat bisa merawat dan membudidayakannya,” kata Gus Ulin.

Kegigihan Gus Ulin dan istri untuk mengembangkan kemandirian pesantren melalui budidaya pertanian ini mendapat apresiasi yang tinggi dari Kakanwil, Musta’in Ahmad.  Mustain mengatakan, kemandirian pesantren Ponpes As Sa’adah ini patut dicontoh oleh pesantren lainnya. Apalagi tanaman yang dibudidayakan adalah yang mempunyai nilai jual tinggi.

“Kami sangat mendukung program Ponpes As Sa’adah ini. Semoga membawa manfaat bagi pesantren, santri,wali santri   dan masyarakat sekitar,” kata Musta’in.

Pengembangan pertanian Ponpes As-Sa’adah ini juga mendapat dukungan penuh Kakankemenag Kabupaten Rembang, M. Fatah. Kakankemenag yang juga memiliki aktivitas di bidang pertanian ini sepakat atas pemilihan tanama pertanian yang tepat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti kacang sacha inchi dan porang. “Apalagi ditanam dengan menggunakan pupuk organik, akan menambah kemanfaatan bagi masyarakat,” tutur pria asal Blora yang juga hobi membuat pupuk organik ini. —

Shofatus Shodiqoh _Humas Kemenag Rembang