Rembang – Hukum zakat fitrah adalah wajib bagi setiap muslim yang masih hidup pada akhir Ramadan dan awal malam Idul Fitri. Zakat yang dikeluarkan berupa makanan pokok dalam ukuran tertentu. Tapi ada yang mengeluarkan zakat fitrah dengan uang? Bagaimana hukumnya.
Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Pancur, Ustadz Syafii menjelaskan tentang hal ini. Syafii menjelaskan pertanyaan dari masyarakat tersebut. Menurut Mazhab Syafii, syarat zakat fitrah yaitu beragama Islam, merdeka dan makanan pokok.
“Kalau dulu makanan pokok itu kurma,” katanya dalam kajian fiqih yang diadakan pada Jumat (7/5/2021) di KUA Pancur.
Namun dalam konteks Indonesia, makanan pokok kita adalah beras yang sudah ditentukan ukurannya. Syafii mengatakan, jika ingin menggunakan zakat dengan uang, maka menurut Imam Abu Hanifah harus dikonversikan dengan kurma, bukan beras. “Di dalam kitab Fiqih Islam Juz 2 diterangkan bahwa jika ingin berzakat fitrah dengan uang maka harus disamakan dengan makanan kurma,” jelasnya.
Kecuali uang itu dibelikan beras, maka zakat fitrahnya adalah beras. Hal lain yang penting adalah, ketika seseorang menerima zakat dalam jumlah yang banyak, maka antar zakat fitrah sebaiknya tidak dicampur. Hal ini untuk menghindari zakat fitrah yang sudah diterimanya akan kembali kepada yang memberikannya. “Pada prinsipnya, zakat fitrah tidak boleh kembali kepada muzakki,” lanjut Syafii.
Syafii juga menjelaskan tentang amil dan panitia zakat. Berdasarkan pengertiannya, amil adalah penghimpun zakat yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Sementara panitia zakat adalah penyalur zakat dari muzakki yang tidak ditunjuk oleh pemerintah.
“Kalau panitia itu perwakilan dari orang yang memberikan zakat (muzakki). Sehingga sebelum panitia menyalurkan kepada penerima, maka status zakatnya belum terbayarkan. Namun jika zakat sudah di tangan amil, maka status zakat muzakki sudah terbayarkan,” terang Syafii. — iq