Tantangan Penyuluh, Cegah 3D Berkembang di Masyarakat

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang – Generasi Milenial menjadi obyek penyuluhan yang memberikan tantangan berat bagi para penyuluh agama. Derasnya arus informasi sedikit banyak memberikan terpaan negatif bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Karena itu, kualitas penyuluhan agar semakin ditingkatkan.

Demikian dikemukakan oleh Kepala Kankemenag Kabupaten Rembang, Atho’illah kepada para penyuluh agama Islam, Kristen, dan Budha pada kegiatan Pembinaan Penyuluh yang diadakan di Sanggar Budaya Kompleks Museum Kartini Rembang, Rabu (10/04).

Atho’illah mengatakan, saat ini masyarakat dihadapkan pada persoalan yang sangat besar, yaitu besarnya gelombang informasi yang menggerus moral bangsa. Efek negatif dari terpaan tersebut akan berdampak luar biasa kepada masyarakat, utamanya kepada anak-anak remaja.

Atho’illah menyebutkan, penyuluh agama mempunyai tugas untuk mencegah 3D, yaitu dehumanisasi, demoralisasi, dan deorganisasi. Tiga hal ini adalah akibat dari perkembangan budaya yang kian terbuka.

Dijelaskan Atho’illah, mencegah dehumanisasi berarti mencegah masyarakat dari kemerosotan nilai-nilai dan perilaku bermasyarakat. Menurut Atho’illah, masyarakat sekirang semakin kehilangan kepekaan beragama. “Segala sesuatu dinilai dengan  materi dan mengesampingkan faktor agama,” kata Atho’illah.

Sementara pencegahan demoralisasi berarti membendung generasi Indonesia dari menurunnya moral yang berlandaskan agama. Sebagai contoh, anak-anak muda sekarang sudah banyak yang tidak mengindahkan sopan santun terhadap orang tua dan guru. Narkoba dan pergaulan bebas juga menjadi virus bagi remaja saat ini.

Yang terakhir yaitu deorganisasi. Dengan semakin dekatnya anak-anak muda dengan gawai, mereka semakin mempunyai sedikit waktu untuk mengembangkan diri melalui organisasi. Padahal, organisasi ini mempunyai segudang aktivitas positif yang bermanfaat bagi mereka.

Begitu pentingnya pencegahan 3D ini, penyuluh agama diminta untuk terjun ke masyarakat dengan serius. Hal ini dalam upaya untuk menjaga masa depan bangsa. “Sebab, generasi milenial yang berumur 17- 25 tahun  ini adalah calon pemimpin bangsa, penguasa masa depan,” pungkas Atho’illah. (iq/gt)