Peduli Lingkungan Sekitar, Upaya Cegah Gerakan Radikalisme

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Rembang – Munculnya pelaku terorisme dan radikalisme biasanya berasal dari penduduk masyarakat yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar guna mencegah adanya kemungkinan masuknya pelaku teror.

Demikian dikemukakan oleh Sekretaris Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme ( FKPT)  Provinsi Jawa  Tengah, Syamsul Huda dalam kegiatan Dialog Lintas Agama bertajuk “Merawat Toleransi Dalam Gempuran Radikalisme”. Acara ini diadakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah di Hotel Gajah Mada, Kamis (18/10/2018). Dialog ini menghadirkan narasumber pengurus FKUB Provinsi Jawa Tengah, Bambang Pujiyanto dan Sekretaris FKPT Jawa Tengah, Syamsul Huda.

Syamsul mengatakan, masyarakat perlu lebih peduli terhadap lingkungan sekitar untuk mencegah adanya pelaku-pelaku terorisme di lingkungannya. Sebab, seseorang yang sama sekali kita sangka baik, justru adalah pelaku terorisme. “Kerapkali pelakunya itu pendiam, baik, namun memang jarang bergaul dan bersosialisasi dengan tetangganya,” kata Syamsul.

Menurutnya, budaya ronda sangatlah tepat untuk mengetahui perkembangan yang ada di RT atau desanya. Namun sayang, ronda ini sudah mulai punah di perkotaan.

Syamsul menjelaskan, pelaku terorisme dan radikalisme rata-rata masih berusia muda. Media sosial adalah satu sarana yang bisa membawa mereka melakukan aksi teror atau ikut gerakan di dalamnya.

Melihat fenomena tersebut, Syamsul mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati menggunakan medsos dan mengawal anak-anak dalam bermedsos. “Pengaruh-pengaruh gerakan tersebut biasanya didapatkan dari media sosial. Wacana-wacana yang dilontarkan akan sangat mempengaruhi pemikiran mereka, terutama bagi netizen yang jiwanya sedang labil,” kata Syamsul.

Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan banyak masyarakat bisa terjaring gerakan radikalisme dan sudah bertaraf internasional. Di antaranya, pencarian identitas diri, kebutuhan kebersamaan di tengah keluarga yang broken home,kemiskinan, ketidakadilan, dan lainnya. —iq/bd