Rembang – Pernikahan siri merupakan fenomena pernikahan di bawah tangan yang masih menjadi persoalan hingga kini. Terkait hal ini, Kabid Urais dan Binsyar Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah menegaskan, Kemenag dalam hal ini KUA tidak melakukan pendataan pernikahan siri karena bukan wewenangnya.
Hal itu disampaikan oleh Arifin ketika beberapa waktu lalu mendapatkan pertanyaan dari wartawan soal pernikahan siri. “Kemarin saya sempat ditanya oleh wartawan, bagaimana tentang nikah siri yang sekarang lagi tren? Saya jawab kami tidak tahu karena itu ukan ranah kami,” tandasnya.
Ia menegaskan, KUA dan Kemenag hanya mencatat pernikahan yang resmi. “Kami hanya mencatat yang nikah resmi yang telah mendaftar di KUA. Kalau ada yang nikah siri ya kami tidak tahu,” tukasnya.
Arifin juga membicarakan tentang pernikahan di bawah umur. Sesuai dengan UU Nomor 16/2019 tentang Perubahan atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, pemerintah telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
Namun di lapangan, masih ada pernikahan anak di bawah umur. Menanggapi hal ini, Arifin menegaskan, pihaknya telah menyosialisasikan kebijakan tersebut kepada masyarakat. Apabila masih ada pernikahan di bawah umur, maka ia pastikan catin sudah mendapatkan rekomendasi dari Pengadilan Agama setempat.
“Pernikahan di bawah umur biasanya terjadi dalam kondisi darurat. Tapi kami berani memastikan bahwa kami menikahkan catin setelah mendapatkan rekomendasi dari Pengadilan Agama,” tegasnya.
Terkait pengukuhan APRI, Ketua APRI Provinsi Jawa Tengah, Suryani Kamani meminta kepada segenap pengurus APRI Cabang Rembang untuk bekerja dengan mematuhi regulasi yang ada. Selain itu juga berpedoman kepada lima budaya kerja Kementerian Agama.
“Kita ini adalah ASN yang dibatasi oleh regulasi, termasuk lima budaya kerja. Inovasi-inovasi harus dilakukan seiring dengan slogan Kemenag Jateng Majeng,” tandasnya. — iq