Lasem – KH Ahmad Mustofa Bisri mengungkapkan KH Baidhowi, pendiri Ponpes Al-Wahdah, Lasem, Rembang merupakan seorang ulama yang tak hanya mengasuh para santrinya, namun juga memikirkan nasib negara.
Hal itu disampaikan Gus Mus pada acara haul KH Baidhowi dan para sesepuh Ponpes Al-Wahdah, Lasem pada Senin (16/5/2022) di halaman Ponpes Al-Wahdah Lasem.
“Mbah Baidhowi itu tak hanya mikirin santri-santrinya. Tapi juga memikirkan nasib negara dari penjajahan Belanda,” kata Pengasuh Ponpes Roudhotut Tholibin, Rembang ini.
Gus Mus mengisahkan, suatu saat KH Abu dan KH Bisri Mustofa (ayahanda Gus Mus) diperintahkan Mbah Baidhowi untuk pergi ke Sayung Demak memastikan apakah pasukan Belanda mendarat di Demak.
“Mbah Baidhowi ndawuhi Abah saya (Mbah Bisri) dan KH Abu dari Pamotan. Katanya Mbah Baidhowi, Mbah Abu bisa ngilang. Ternyata setelah sampai Juwana, Mbah Abu bilang kok tidak bisa menghilang. Namun beliau berdua sampai di Sayung dengan selamat. Mungkin benar dawuh Mbah Baidhowi, ngilang artinya, keberadaan beliau berdua di jalan tidak diketahui oleh Belanda,” kata Gus Mus.
Atas perhatian Mbah Baidhowi inilah, Gus Mus menilai, Mbah Baidhowi adalah seorang ulama yang sangat memikirkan nasib negara.
Gus mengaku, Mbah Baidhowi adalah ulama idola. “Menurut saya, ulama yang benar-benar wali itu ada dua, yaitu Mbah Baidhowi dan KH Hamid Pasuruan,” tutur Gus Mus.
Menurut Gus Mus, Mbah Baidhowi yang berpenampilan sangat berwibawa ini adalah seorang ulama yang ahli fikih, namun juga ahli tasawwuf. “Abah saya (Mbah Bisri) dan saya sangat mengidolakan Mbah Baidhowi,” sambung Gus Mus.
Hadir dalam haul ini, sejumlah ulama Rembang. Di antaranya, KH Mustofa Alydrus (Tuban), KH Bahaudin Nur Salim, KH Najib (Sluke), Habib Anis Syahab dan lainnya. —iq